Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah perkara tersangka Febrian alias Febri bin Amat dari Kejaksaan Negeri Rokan Hulu. Febri didakwa dengan penadahan sepeda motor curian. Ia membantu pelaku pencurian, Muliadi, memodifikasi sepeda motor untuk dijual. Meskipun terlibat, Febri menunjukkan penyesalan dan berdamai dengan korban, Iso Safra Graha, yang kemudian meminta penghentian proses hukum.
Keempat kasus lainnya yang dihentikan penuntutannya melalui RJ meliputi pencurian dan penganiayaan, dengan tersangka berasal dari Kejaksaan Negeri Palembang, Kebumen, Grobogan, dan Pelalawan. Semua kasus memenuhi kriteria RJ, termasuk permohonan maaf tersangka, rekonsiliasi dengan korban, dan janji tidak mengulangi perbuatan.
Keputusan ini didasarkan pada Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022. JAM-Pidum menekankan pentingnya penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan RJ untuk mewujudkan kepastian hukum. Langkah ini menunjukkan komitmen Kejaksaan Agung dalam menerapkan keadilan restoratif sebagai solusi yang efektif dan humanis dalam menyelesaikan konflik. Penerapan RJ diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif tindak pidana dan mengedepankan pemulihan bagi korban dan pelaku.