Sambar.id, Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, pada Kamis, 15 Mei 2025, menyetujui 13 permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice. Keputusan ini menandai komitmen Kejaksaan Agung dalam menegakkan keadilan yang tidak hanya berfokus pada hukuman, tetapi juga pemulihan dan rekonsiliasi.
Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah kasus pencurian di Ternate yang melibatkan tersangka Muhammad Rizal alias Ical. Setelah melalui proses perdamaian yang difasilitasi oleh Kejaksaan Negeri Ternate, Ical mengakui kesalahannya, meminta maaf kepada korban, dan mengembalikan kerugian materiil. Korban pun menerima permohonan maaf tersebut dan meminta agar proses hukum dihentikan. Hal ini menunjukkan bahwa restorative justice dapat memberikan solusi yang efektif dan humanis dalam menyelesaikan konflik.
Penerapan restorative justice dalam 13 kasus ini, termasuk kasus penganiayaan dan penadahan, menunjukkan fleksibilitas dan kearifan sistem peradilan pidana Indonesia. Mekanisme ini memberikan kesempatan bagi para pelaku untuk memperbaiki kesalahan dan bertanggung jawab atas tindakannya, serta memberikan kesempatan bagi korban untuk mendapatkan pemulihan dan keadilan. Proses ini juga mempertimbangkan aspek sosiologis dan respon positif masyarakat.
Keputusan JAM-Pidum ini mengirimkan pesan moral yang kuat: keadilan tidak selalu identik dengan hukuman penjara. Dalam beberapa kasus, pemulihan dan rekonsiliasi dapat menjadi solusi yang lebih efektif dan berdampak positif bagi semua pihak yang terlibat. Penerapan restorative justice menunjukkan bahwa sistem peradilan Indonesia terus berkembang dan beradaptasi untuk memberikan keadilan yang lebih humanis dan restorative. Semoga langkah ini dapat menginspirasi upaya serupa di masa mendatang, membangun sistem peradilan yang lebih adil, efektif, dan berorientasi pada pemulihan. (Sb)