Bukti-bukti kuat dari laporan masyarakat dan berbagai media menunjukkan bagaimana dana pembangunan infrastruktur, dana kesehatan di RSUD, dan dana desa dijarah habis oleh para koruptor yang rakus. Akibatnya, jalan-jalan rusak parah, menghambat perekonomian dan akses layanan publik. Rumah sakit kekurangan fasilitas dan tenaga medis, mengancam keselamatan warga. Program-program pro rakyat terbengkalai, meninggalkan masyarakat dalam kemiskinan dan keputusasaan. Miliaran rupiah yang seharusnya mensejahterakan rakyat, justru menjadi santapan para predator kekuasaan. Ini adalah bukti nyata bagaimana korupsi bukan hanya kejahatan ekonomi, tetapi juga kejahatan kemanusiaan yang menghancurkan kehidupan rakyat.
Ketidaktegasan APH memperkuat kecurigaan publik: apakah mereka tak berdaya atau justru melindungi para koruptor? Ketidakpedulian ini telah memicu kemarahan dan keputusasaan yang meluas di Rokan Hilir. Masyarakat telah menjadi korban dari sistem yang gagal melindungi mereka, dan mereka menuntut keadilan.
Oleh karena itu, tindakan tegas dan segera dari Presiden Republik Indonesia, Jenderal Pur H. Prabowo Subianto, sangat mendesak. Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus segera melakukan investigasi menyeluruh, menindak tegas para koruptor, dan mengembalikan kerugian negara. Keadilan yang tertunda adalah penindasan, dan ketegasan pemerintah pusat menjadi satu-satunya harapan bagi masyarakat Rokan Hilir untuk keluar dari jeratan korupsi yang mengerikan ini. Kegagalan bertindak akan memperkuat para koruptor dan menghancurkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Dugaan pelanggaran merujuk pada Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001) Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP, dan subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 (sebagaimana telah diubah) Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP.
Laporan: Tim Jurnalis (Legiman)