Pemdes Rangdu Perkenalkan Seni Buhun Tutunggulan Dalam Kegiatan Adat Mapag Sri


Kompak Forkopimcam Pusakajaya bersama Pemdes Rangdu tabuh lesung sambut  Panen Raya


Sambar.id, SUBANG, JABAR - Seni buhun Sunda di Jawa Barat banyak aneka ragamnya diantaranya ada Gembyung, Tutunggulan, teloet serta Calung dan Angklung.


Seni buhun Tutunggulan merupakan sebuah tradisi  yang hidup dari masyarakat Sunda tempo dulu. Tutunggulan diambil dari kata Nutu atau Numbuk yaitu kegiatan masyarakat pada masa lampau setelah memanen padi disawah, dimana alat musik utamanya  hanya menggunakan alu (halu) dan lesung (lisung) yang terbuat dari Kayu khusus.

Kini seni buhun tutunggulan yang sudah hampir punah tersebut kembali diperkenalkan oleh Pemerintah Desa Rangdu Kecamatan Pusakajaya, seperti pada Tradisi Hajat Mapag Sri, sejumlah emak-emak yang sudah lansia memainkan Seni Tutunggulan. Seni ini menjadi daya tarik karena kawih atau nyanyiannya memiliki keunikan tersendiri yang diiringi dengan suara tabuhan lisung atau gondang. dalam kegiatan Mapag Sri yang dilaksanakan di halaman Kantor Desa Rangdu, Rabu (07/05/2025).


Kepala Desa Rangdu Dunengsih mengatakan, kegiatan Mapag Sri ini  diadakan untuk menjalin tali silaturahim sekaligus menjaga serta melestarikan seni budaya lokal sunda salah satunya Seni Tutunggulan yang sudah mulai terpinggirkan.


"Ada nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian tutunggulan ini, antara lain adalah gotong royong, kekompakan, kepedulian, dan ketertiban," ucap Dunengsih.

Dunengsih berharap Seni Tutunggulan ini kedepannya bisa menjadi seni buhun yang kembali eksis dan lestari sebagai seni lokal yang turut memeriahkan acara-acara bukan saja acara seremonial budaya tapi bisa eksis dijadikan seni pertunjukan untuk acara hiburan rakyat, karena Kesenian Tutunggulan juga memiliki filosofi tersendiri, yaitu gotong royong yang merepresentasikan kebersamaan, kepedulian, dan ketertiban," tuturnya.


Sementara itu Camat Pusakajaya H Alex Nursalam, S.STP, didampingi Kapolsek Pusakanagara Kompol Dr.R Jusdijachlan, S.H. M.M, CHRA menyampaikan bahwa Kecamatan Pusakajaya, khusunya Desa Rangdu
harus bisa menjadi contoh sebagai Desa yang bisa menyandingkan antara kemajuan digital dengan kearifan lokal. Warga Jawa Barat memiliki filosofi silih asah, silih asih, silih asuh, silih wawangian. Pemerintahnya juga memiliki tanggungjawab kepada rakyatnya.

"Kegiatan Mapag Sri ini bisa menjadi momentum yang tepat untuk untuk menegaskan dan menandakan identitas Jawa Barat  yang kaya akan nilai-nilai budaya," ucap H.Alex Nursalam.

Lebih lanjut Camat berharap generasi muda penerus bangsa bisa lebih peduli lagi terhadap seni tradisional dan berusaha untuk tetap melestarikan kekayaan warisan budaya yang tidak ternilai harganya. Serta berupaya untuk tidak kehilangan seni dan budaya tradisional di tengah kehidupan yang semakin modern ini, karena kekayaan lokal menjadi faktor penting yang sangat mempengaruhi kekayaan nasional," pungkasnya. (*)
Lebih baru Lebih lama