Putusan ini dinilai bertolak belakang dengan putusan pidana sebelumnya yang telah berkekuatan hukum tetap, merampas kapal dan muatan minyak mentah tersebut untuk negara.
Gugatan perdata OMS bernomor 323/Pdt.G/2024/PN Btm, terdaftar 26 Agustus 2024, mengakibatkan kapal dan muatan minyak mentah senilai lebih dari Rp 1 triliun kembali ke tangan OMS.
Hal ini memicu kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk pakar hukum dan lembaga penegak hukum.
Preseden Buruk dan Keraguan Integritas Peradilan.
Agustinus Pohan, S.H., M.S., pakar hukum pidana Universitas Katolik Parahyangan, menyebut putusan ini sebagai preseden buruk. Ia menekankan kedudukan hukum putusan pidana yang lebih tinggi daripada putusan perdata.Koreksi terhadap putusan pidana, menurutnya, seharusnya melalui jalur hukum pidana, bukan perdata.
"Ada masalah serius bila putusan perdata dijadikan alat untuk menegaskan putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap," tegas Pohan.
Ia khawatir putusan ini membuka peluang manipulasi hasil putusan pidana melalui jalur perdata.
Pohan juga mempertanyakan status barang bukti dalam perkara pidana, mengatakan barang sitaan adalah alat bukti kejahatan, bukan objek sengketa perdata.
Ia menduga pencemaran laut yang diduga dilakukan MT Arman 114 merupakan tanggung jawab korporasi, bukan individu semata, merujuk pada UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kecemasan terhadap integritas hakim pun diungkapkan Pohan. Ia mendorong pelaporan dugaan pengaruh eksternal kepada Komisi Yudisial atau Mahkamah Agung jika ditemukan.
Kejaksaan Ajukan Banding, Yakin Hukum Akan Berjalan
Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) telah mengajukan banding atas putusan tersebut pada 4 Juni 2025.Kepala Kejati Kepri, Teguh Subroto, S.H., M.H., menilai hakim keliru dalam menerapkan hukum, sehingga putusan tersebut mencederai rasa keadilan.
Ia optimistis putusan banding akan mengoreksi putusan PN Batam.
"Hakim telah keliru, khilaf dan salah dalam menerapkan suatu hukum, sehingga kami telah menyatakan upaya hukum banding... kami yakin hukum dan keadilan akan menjadi panglima," tegas Subroto. (*)