Konflik Dengan PT PTS Diduga Timbulkan Potensi Kerugian Negara


Sambar.id, Ketapang, Kalbar -- Konflik agraria yang melibatkan masyarakat Desa Teluk Bayur dan Desa Suka Karya dengan PT Prakarsa Tani Sejati (PTS) semakin menyeruak ke permukaan, terutama setelah muncul temuan-temuan yang mengindikasikan adanya potensi besar kerugian negara akibat pengelolaan lahan tanpa dasar hukum yang sah oleh perusahaan.


Ekspansi kebun sawit oleh PT PTS diduga dilakukan di luar wilayah izin, tanpa Hak Guna Usaha (HGU), serta dilakukan tanpa perjanjian kemitraan yang sah dan transparan. Bahkan, dalam dokumen perjanjian kerjasama antara koperasi dan perusahaan, ditemukan pemalsuan nama desa, yakni penggunaan nama Desa Kubing yang sebenarnya tidak pernah ada. Padahal, yang ada secara resmi di wilayah tersebut adalah Desa Sempurna. Hal ini menambah indikasi bahwa penguasaan lahan oleh PT PTS patut diduga tidak sah dan berpotensi melanggar hukum.


Menurut Muhammad Jimi Rizaldi, A.Md., S.ST., M.T., MCE.,CPLA Sekretaris DPD Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) Kalbar yang aktif mengadvokasi kasus ini, “Kehadiran Perusahaan di lahan masyarakat tanpa HGU dan perjanjian yang valid merupakan bentuk perampasan hak dan sekaligus merugikan negara. Ini bukan hanya konflik agraria, tetapi juga soal integritas kebijakan negara terhadap rakyatnya.”


Binsar Toa Ritonga, Ketua DPD ARUN Kalbar, aktivis agraria yang turut mendampingi masyarakat menyatakan, “Kerugian negara tidak hanya soal pajak yang hilang, tetapi juga hilangnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah dalam melindungi hak atas tanah. Ini harus segera diusut oleh aparat penegak hukum dan instansi terkait.”


Beberapa tokoh masyarakat menyampaikan pernyataan keras atas konflik yang terjadi:


Andikusmiran, Ketua ARUN Desa, masyarakat Teluk Bayur:


"Kami melihat ini bukan hanya soal ganti rugi, tapi soal manipulasi legalitas. Negara dirugikan. Jangan biarkan mafia tanah berlindung di balik baju korporasi.”


Junaidi, SE, Sekretaris ARUN Desa Teluk Bayur: 


"Lebih dari 1000 hektare dikelola tanpa izin yang jelas. Pajak dan retribusi bisa jadi tidak masuk negara. Ini potensi kerugian yang tidak kecil.”


Gudag, Ketua ARUN Desa , masyarakat Desa Suka Karya:


"Dari dulu kami bertanya-tanya, kok bisa perusahaan bebas masuk, tapi kami pemilik tanah justru diabaikan? Negara harus turun tangan!”


M. Sood, tokoh masyarakat Desa Teluk Bayur:


"Kalau negara tidak hadir, kami khawatir konflik bisa meluas. Tapi kami tetap ingin perjuangan ini damai, bermartabat.”


Deri Diarsa Sundara, ARUN Desa Teluk Bayur, aktivis peduli agraria:


"Kita harus jaga hutan dan tanah leluhur kita. Jangan biarkan semuanya hilang karena keserakahan korporasi.”

Suarmin Boyo, Kepala Desa Teluk Bayur:


"Sebagai kepala desa, saya menyaksikan sendiri masyarakat terpinggirkan dalam proses ini. Masyarakat sudah banyak melalukan upaya-upaya tapi tidak pernah digubris oleh perusahaan.”


Puncak dari perhatian publik terjadi pada hari Jumat, 25 Juli 2025, dalam agenda Komisi III DPR RI di Mapolda Kalbar. Dalam kegiatan itu, wakil masyarakat dari dua desa tersebut berhasil bertemu langsung dengan Wakapolda Kalbar dan menyampaikan kronologis lengkap konflik dan dugaan pelanggaran yang dilakukan PT PTS.


Tokoh nasional Dr. Bob Hasan yang juga hadir saat itu memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini. Dalam keterangannya, beliau menyatakan:


"Konflik seperti ini harus ditangani dengan hati-hati tapi tegas. Negara harus menjamin keadilan bagi masyarakat, dan jangan biarkan aturan hukum dipermainkan oleh perusahaan. Jika benar terjadi pemalsuan dan pengelolaan lahan tanpa izin, maka ini bukan sekadar konflik agraria biasa ini potensi korupsi yang merugikan negara”


Dr. Bob Hasan juga memberikan dorongan agar laporan ini diangkat ke tingkat nasional dan disorot oleh lembaga penegak, mengingat potensi kerugiannya yang besar dan menyangkut hajat hidup orang banyak.

Lebih baru Lebih lama