Polisi Berhasil Ungkap Beras Oplosan Sehari Produksi 14 Ton Pemilik Pabrik di Sidoarjo Jadi Tersangka


SAMBAR.ID// SIDOARJO – Polda Jawa Timur melalui Satgas pangan Polresta Sidoarjo berhasil mengungkap praktik produksi beras premium tidak sesuai standar mutu yang mencantumkan label SNI dan Halal secara tidak sah. 


Pengungkapan ini dilakukan pada Selasa, 29 Juli 2025 di sebuah pabrik di Kabupaten Sidoarjo - Jawa Timur.


Dari hasil ungkap kasus tersebut Satu orang pemilik perusahaan berinisial MLH ditetapkan sebagai tersangka.


Hal itu seperti disampaikan oleh Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Drs. Nanang Avianto, M.Si didampingi Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, Dirreskrimsus Polda Jatim Kombes Pol Roy Sihombing dan Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Christian Tobing, saat menggelar konferensi pers di Sidoarjo, Senin (4/8/2025).


Kapolda Jatim menerangkan, pengungkapan ini berawal dari kegiatan sidak Satgas Pangan Polresta Sidoarjo di Pasar Tradisional Larangan.


"Petugas menemukan produk beras premium merek SPG dengan kualitas mencurigakan," ujar Irjen Pol Nanang.


Setelah dilakukan uji mutu di Bulog Surabaya dan UPT Pengujian Sertifikasi Mutu Barang Disperindag Jatim, diketahui bahwa beras tersebut tidak memenuhi standar SNI untuk kategori premium.


"Beras merek SPG terbukti diproduksi dengan mencampurkan beras kualitas medium dengan beras pandan wangi untuk menghasilkan aroma khas," terang Irjen Nanang.


Kapolda Jatim menyampaikan bahwa pengungkapan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto untuk menindak tegas pelanggaran terhadap mutu beras dan kecurangan dalam distribusi pangan nasional.


“Pengoplosan beras ini sangat merugikan masyarakat dan dapat menurunkan kepercayaan terhadap produk pangan nasional," tegas Irjen Pol Nanang.


Proses pencampuran itu dilakukan secara manual dengan rasio 10:1, tanpa melalui sertifikasi mutu maupun sertifikat halal yang sah. 


Selain itu, mesin produksi yang digunakan oleh CV SPG tidak pernah diuji kelayakannya oleh instansi terkait.


“Kami juga sudah memeriksa Enam saksi, dua ahli dari BSN dan Disperindag Provinsi, serta menyita hasil uji lab sebagai barang bukti,” ujar Irjen Nanang.


Kapolda Jatim juga menegaskan, Polri akan terus berkomitmen menindak segala bentuk penyimpangan demi melindungi konsumen.


Polisi bersama tim gabungan juga menyita total 12,5 ton beras dalam berbagai bentuk dan kemasan, serta peralatan produksi dan dokumen pendukung lainya.


Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Tiga peraturan perundang-undangan, yakni: UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp2 miliar.


Selain itu tersangka juga diduga melanggar UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman 3 tahun penjara atau denda maksimal Rp6 miliar dan UU No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dengan ancaman penjara 5 tahun atau denda hingga Rp35 miliar.


Kapolda Jawa Timur menghimbau kepada seluruh pelaku usaha pangan agar tidak melakukan praktik manipulasi mutu.


Ia menegaskan agar pelaku usaha pangan memastikan seluruh proses produksi memenuhi standar mutu nasional dan ketentuan hukum yang berlaku.


Penegakan hukum ini diharapkan menjadi peringatan tegas agar tidak terjadi pelanggaran serupa. 


"Polri tetap konsisten mendukung terwujudnya ekosistem pangan yang sehat, adil, dan transparan, demi tercapainya Indonesia Emas 2045," pungkas Kapolda Jatim. 


Sementara itu Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur  Iwan S menyampaikan, hasil pengujian laboratorium terhadap sampel beras yang dikirimkan oleh Polresta Sidoarjo sudah ada hasil. 


Dari Dua sampel beras dengan kemasan 5 kg dan 25 kg, hasil lab menunjukkan beras tersebut masuk kategori medium, tidak sesuai dengan label premium yang tertera.


"Kami berkomitmen untuk bersinergi dengan kepolisian dan instansi terkait guna melindungi konsumen dari produk beras oplosan," kata Iwan.


Menurutnya, beras adalah bahan pokok yang sangat penting, sehingga kualitas dan harga harus sesuai standar yang berlaku. (*)

Lebih baru Lebih lama