Sambar.id, Pontianak, Kalbar - Aksi demonstrasi mahasiswa di depan Kantor DPRD Provinsi Kalimantan Barat, Rabu (27/8), berakhir ricuh.
Unjuk rasa yang menolak gaji dan tunjangan anggota DPR RI itu memicu bentrok dengan aparat keamanan hingga menyebabkan sejumlah mahasiswa mengalami luka-luka.
Kericuhan bermula ketika mahasiswa mendesak agar perwakilan DPRD menemui mereka, namun tidak kunjung mendapat respons. Situasi yang awalnya berjalan damai berubah menjadi aksi saling dorong antara massa aksi dan aparat. Ketegangan semakin meningkat setelah terjadi pelemparan ke arah petugas yang berjaga.
Pantauan di lapangan, beberapa mahasiswa korban luka segera dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak untuk mendapatkan perawatan medis. Hingga malam, aparat masih terlihat berjaga di kawasan Bundaran Tugu Digulis Untan, sementara halaman Kantor DPRD Provinsi Kalbar tampak sepi.
Salah satu mahasiswa yang menjadi korban luka mengaku mendapat perlakuan represif dari aparat.
“Awalnya aksi berlangsung kondusif. Namun sekitar pukul 17.00 WIB, situasi berubah ketika aparat menembakkan gas air mata. Saya sempat ditarik oleh seseorang berbaju kaos hitam, dibawa ke lobi DPRD, lalu dipukul dan ditendang hingga dahi saya terluka,” ujarnya kepada wartawan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian maupun DPRD Provinsi Kalbar belum memberikan keterangan resmi terkait insiden kericuhan tersebut.
Dasar Hukum Tuntutan Mahasiswa
Tuntutan mahasiswa menolak kenaikan gaji dan tunjangan DPR RI berangkat dari beberapa landasan hukum:
1. Pasal 23 UUD 1945 yang menegaskan bahwa keuangan negara harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
2. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang mengatur bahwa setiap penggunaan anggaran negara wajib memperhatikan asas kepatutan, keadilan, dan prioritas kebutuhan rakyat.
3. UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), yang meski memberi hak atas gaji dan tunjangan bagi anggota DPR, tetap menekankan pentingnya kesesuaian dengan kemampuan keuangan negara.
4. UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, yang menekankan integritas pejabat publik dalam mengelola anggaran agar tidak menimbulkan kesenjangan sosial.
Mahasiswa menilai kebijakan menaikkan gaji dan tunjangan DPR bertentangan dengan prinsip keadilan sosial, terlebih di tengah kondisi ekonomi rakyat yang masih terpuruk.
Aksi penolakan serupa juga telah bergema di berbagai daerah di Indonesia. Desakan mahasiswa ditujukan agar pemerintah dan DPR RI meninjau ulang kebijakan tersebut serta mengembalikan orientasi penggunaan APBN untuk kesejahteraan rakyat, bukan kepentingan elite politik. (*)