Diduga Oknum Polda Sulsel dan Wakapolsek Biringkanaya Bekingi Mafia Tanah

Sambar.id, Makassar– Dugaan keterlibatan aparat penegak hukum dalam membekingi praktik mafia tanah kembali mencuat di Kota Makassar. Jum’at (18/09/2025), 


Oknum di jajaran Polda Sulsel dan Polsek Biringkanaya dituding berkolaborasi dengan pihak swasta dalam sengketa lahan milik almarhum H. Tamang bin Yambo di Jalan Mannuruki Daya.


Ahli waris, Andi Hasanuddin HT dan anaknya Andi Arif, mengaku hak kepemilikan mereka diganggu oleh kelompok yang dikendalikan H. Rahyudin, kuasa dari PT. Aditarina Lestari. Anehnya, aparat yang seharusnya netral justru diduga ikut mengawal kubu yang disebut-sebut sebagai mafia tanah.


Turun Lapangan Tanpa Surat Tugas


Kamis, 26 September 2024, sekitar pukul 10.19 WITA, Kanit Tahban Polda Sulsel Burhan, penyidik Muhajir, serta tim Inafis Polda Sulsel turun ke lokasi bersama H. Rahyudin. Hadir pula perwakilan BPN Makassar bernama Farhan.


Mereka melakukan plotting lahan yang diklaim PT. Aditarina Lestari, meski lahan tersebut secara hukum merupakan milik ahli waris H. Tamang.


Menurut Andi Arif, kegiatan itu tidak dilengkapi surat tugas resmi dan penuh rekayasa. “Penyidik malah meminta saya menunjukkan batas tanah. Padahal klaim H. Rahyudin tidak berdasar. Semua ini hanya akal-akalan,” ujarnya.


Ahli Waris Jadi Tersangka


Tak lama setelah insiden tersebut, Andi Arif justru ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sulsel. Ia menilai prosedur yang dijalankan tidak sesuai standar operasional.

“Saya sebagai pemilik sah malah dikriminalisasi. Ini jelas tidak profesional,” tegasnya.


Rekaman Suara Ungkap Rekayasa


Rekaman suara yang diperoleh TarunaNews.co.id memperkuat dugaan adanya permainan. Seorang anggota Brimob berinisial Wr, yang disebut tangan kanan H. Rahyudin, mengaku bahwa kehadiran tim Inafis Polda Sulsel hanyalah “rekayasa” untuk memperkuat klaim mafia tanah.


Suap dan Dokumen Palsu di Peradilan


Kasus ini ternyata jauh lebih kompleks. Informasi yang dihimpun menyebut adanya praktik suap di tiga tingkat peradilan: Rp250 juta di Pengadilan Negeri, Rp100 juta di Pengadilan Tinggi, Rp250 juta di Mahkamah Agung.


Semua dilakukan lewat jalur pengacara dengan dokumen palsu sebagai penguat. Bahkan disebutkan ada lahan seluas 1 hektar yang “dikorbankan” kepada lurah untuk mengamankan putusan.


Di Borong dan Mannuruki, aset perusahaan sengaja tidak dimasukkan dalam daftar sitaan negara dan baru dimunculkan setelah Peninjauan Kembali (PK) gagal. Sementara di Sudiang, aset sudah lebih dulu disita negara. Pola ini menunjukkan praktik mafia hukum yang sistematis.


Bayang-Bayang Pajak Rp3 Miliar


Selain sengketa tanah, PT. Aditarina Lestari juga disebut menunggak pajak hingga Rp3 miliar. Pajak yang seharusnya masuk kas negara justru hilang karena laporan palsu. 


Ironinya, rakyat kecil dikejar tagihan pajak, sementara korporasi besar bisa menghindari kewajiban miliaran rupiah dengan selembar kertas rekayasa.


Statement Kuasa Hukum


Kuasa hukum Andi Arif, Andi Alfian, S.H., menilai bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka adalah bentuk kriminalisasi dan penyalahgunaan kewenangan aparat penegak hukum.


“Klien kami adalah ahli waris sah berdasarkan bukti kepemilikan yang jelas, namun justru diperlakukan sebagai pelaku. Padahal pihak yang masuk tanpa hak ke atas tanah tersebut adalah kubu H. Rahyudin. Kami melihat ada konflik kepentingan aparat yang secara nyata mendampingi pihak swasta tanpa dasar hukum,” tegas Alfian.


Menurutnya, tindakan aparat turun lapangan tanpa surat tugas resmi merupakan pelanggaran serius terhadap asas legalitas dan profesionalitas Polri sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.


“Polisi seharusnya netral, mengayomi masyarakat, bukan menjadi alat bagi mafia tanah. Apalagi ada dugaan rekayasa dan praktik suap lintas peradilan yang jelas melanggar Pasal 5 dan Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Begitu pula pemalsuan dokumen untuk memperkuat klaim dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP. Sedangkan pengemplangan pajak Rp3 miliar jelas melanggar UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP),” papar Alfian.


Ia menegaskan, penegakan hukum tidak boleh tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. “Kami minta Kapolri menindak tegas oknum di Polda Sulsel dan Polsek Biringkanaya yang diduga membekingi mafia tanah. Negara tidak boleh tunduk pada uang dan kepentingan segelintir orang. Ini menyangkut marwah hukum, wibawa negara, serta kepercayaan publik,” pungkasnya.


Kutipan Lanjutan Andi Arif


Di sisi lain, Andi Arif yang kini berstatus tersangka menyuarakan jeritan hatinya sebagai rakyat kecil.

“Kami ini hanya ahli waris yang ingin mempertahankan tanah orang tua. Tapi kami diperlakukan seperti penjahat. Rasanya hukum hanya berpihak kepada yang punya uang. Kami mohon kepada Bapak Presiden dan Kapolri, tolonglah kami rakyat kecil yang sedang dizalimi,” ujarnya dengan nada getir.


Ia menambahkan, perjuangan ini bukan semata soal tanah, melainkan harga diri keluarga. “Kami rela ditindas, tapi jangan sampai nama baik orang tua kami yang sudah wafat diinjak-injak dengan rekayasa hukum. Kami percaya masih ada keadilan di negeri ini,” tutur Arif.


Wibawa Negara Dipertaruhkan


Kasus ini bukan sekadar perebutan waris, tetapi menyangkut wibawa negara. Bila praktik suap, dokumen palsu, dan pengemplangan pajak dibiarkan, maka negara seolah melegitimasi bahwa hukum bisa dinegosiasikan dengan uang.


Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah memperingatkan keras:

“Negara ini tidak boleh lagi dikuasai mafia. Jangan ada yang berani mempermainkan hukum. Saya akan berdiri di garis terdepan melawan korupsi, karena itu pengkhianatan terhadap rakyat dan Pancasila.”


Publik Menanti Ketegasan Aparat


Publik kini menunggu langkah tegas Mabes Polri, Kejati Sulsel, hingga KPK. Apakah berani menindak para oknum yang terlibat, atau memilih diam dan hanyut dalam pusaran mafia hukum?


Negara tidak boleh buta, tuli, dan bisu. Di balik pajak Rp3 miliar yang hilang dan tanah rakyat yang dirampas, ada martabat bangsa yang dipertaruhkan.


Hingga berita ini diturunkan, pihak terkait—Polda Sulsel, Polrestabes Makassar, Polsek Biringkanaya, BPN, maupun PT. Aditarina Lestari—masih diupayakan untuk dikonfirmasi..

Lebih baru Lebih lama