Diduga Paksakan Perkara Perdata Jadi Pidana, Mahasiswa Kepung Kejari Palopo : Dimana Nurani Hukum?


Palopo, Sambar.id – Gelombang suara mahasiswa kembali menggema di Kota Idaman. Puluhan aktivis yang tergabung dalam Komando Wilayah Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) Luwu Raya mengepung Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Palopo, Rabu (12/10/2025). Mereka memprotes langkah Kejari yang dinilai memaksakan perkara perdata menjadi pidana, bertentangan dengan prinsip keadilan dan nurani hukum.



Aksi berlangsung di depan Kantor Kejari Palopo, Jl. Batara, Kelurahan Boting, Kecamatan Wara, dengan orasi keras namun tertib. Massa menyoroti penanganan perkara yang sudah dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa atas dugaan tindak pidana sebagaimana Pasal 170, Pasal 406 jo. Pasal 55, dan Pasal 167 KUHP.



Namun, mahasiswa menilai, perkara ini sarat kejanggalan.



“Kami melihat ada pemaksaan hukum. Kasus ini bukan pidana, tapi murni perdata karena menyangkut tanah warisan yang sudah punya kekuatan hukum tetap berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 276 K/Ag/2023,” tegas Rugon, Jenderal Lapangan GAM Luwu Raya.



Menurut Rugon, objek yang disebut “diserobot” itu sejatinya adalah tanah warisan keluarga, sebagaimana ditegaskan oleh Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya. “Kalau sudah warisan, bagaimana bisa disebut penyerobotan? Ini logika hukum yang menyalahi rasa keadilan,” ujarnya.



Ia mendesak Kepala Kejaksaan Negeri Palopo agar meninjau ulang berkas dan menangguhkan pelimpahan perkara ke Pengadilan Negeri Palopo, sembari mempertimbangkan putusan pengadilan yang telah inkracht.



“Kami tidak anti hukum. Tapi hukum tanpa nurani adalah penindasan. Jangan biarkan hukum dijadikan alat kepentingan,” kata Rugon.



Senada, Kurniawan, Jenderal Komando Wilayah GAM Luwu Raya, menilai penanganan kasus ini berpotensi melanggar asas keadilan dan profesionalitas jaksa.



“Perkara ini perdata murni. Kalau tetap dipidana, berarti ada penyalahgunaan proses hukum. Ini berbahaya bagi wibawa lembaga Kejaksaan,” ucapnya.

 

Kurniawan juga meminta Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) untuk memeriksa Kasi Pidum Kejari Palopo yang dinilai gegabah menyatakan berkas lengkap (P-21) pada perkara yang secara substansi bersifat keperdataan.



“Kami minta Jamwas turun tangan. Jangan biarkan penyimpangan prosedur mencoreng citra Adhyaksa,” tegasnya.



Menariknya, desakan mahasiswa ini selaras dengan pesan moral Jaksa Agung ST Burhanuddin yang sebelumnya mengingatkan seluruh insan Adhyaksa agar tidak kehilangan hati nurani dalam menegakkan hukum.



“Keadilan itu ada di dalam hati nurani, bukan di dalam buku. Untuk itu, setiap kita mengambil keputusan, tanyalah kepada hati nuranimu, agar terjawab rasa keadilan yang diharapkan masyarakat,” pesan Burhanuddin.



Pesan ini seolah menjadi tamparan lembut namun tegas bagi para penegak hukum di daerah yang sering kali lupa bahwa hukum bukan sekadar pasal, tapi juga rasa keadilan.



Mahasiswa GAM Luwu Raya menutup aksinya dengan janji: jika tuntutan mereka diabaikan, aksi lanjutan akan digelar di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan pada 23 Oktober 2025.



Di ujung orasi, satu kalimat menggema menembus pagar kantor Kejari:
“Hukum boleh tajam ke bawah, tapi jangan tumpul ke nurani.”



Lebih baru Lebih lama