Sambar.id, Senin,6 Oktober 2025 || Sebuah potret buram dari janji pembangunan yang tak terpenuhi tersaji di depan mata Tim Ekspedisi Patriot (TEP) A Kawasan Transmigrasi Payahe saat mereka melakukan kunjungan langsung ke Satuan Permukiman (SP) Transmigrasi Maidi di Kecamatan Oba Selatan. Kawasan yang dulunya dirancang sebagai tanah harapan kini menyisakan pemandangan yang memilukan: rumah-rumah tergenang air bah yang tak kunjung surut, banyak di antaranya telah ditinggalkan kosong oleh para penghuninya yang menyerah pada keadaan.
Kondisi permukiman transmigrasi SP Maidi didampingi oleh Kepala Dusun Transmigrasi, Husein, tim ekspedisi menelusuri sisa-sisa komunitas yang berjuang untuk bertahan. Data yang berhasil dihimpun di lapangan menunjukkan betapa drastisnya penyusutan populasi di kawasan ini. Di SP 1 Maidi, kini hanya tersisa 63 dari 100 Kepala Keluarga (KK) yang masih bertahan. Kondisinya yang berbeda di SP 2 Maidi, di mana hanya 3 dari 100 KK yang masih menetap di tengah kepungan air dan isolasi.
Husein, yang mendampingi tim, menyuarakan harapan yang tersisa dari warganya. Ia menekankan bahwa keberlanjutan kehidupan di SP Maidi sangat bergantung pada bantuan infrastruktur yang mendesak. Tanpa perbaikan drainase dan akses jalan, sektor pertanian dan perkebunan yang menjadi tumpuan hidup mereka dipastikan akan mati total. Ia juga menambahkan bahwa banyak warga memilih pindah bukan hanya karena lahan pertanian yang rusak, tetapi juga karena ancaman buaya yang terus-menerus mengintai di sekitar pemukiman.
Husein juga mengatakan "Kami sangat mengharapkan bantuan infrastruktur untuk keberlanjutan kehidupan di sini, terutama untuk pertanian dan perkebunan," ujarnya. "Padahal, dulu kami ini pernah jadi lumbung pangan padi dan bahkan dikenal sebagai juaranya buah naga," kenangnya. Pernyataan ini menggarisbawahi betapa besarnya potensi yang telah hilang akibat bencana ekologis dan pengabaian yang berkepanjangan.
Kondisi sungai yang melintasi area transmigrasi SP Maidi bersama Kepala Dusun selain itu, tim juga bertemu dengan Pak Jamhuri, salah seorang warga transmigran dairi Serang, Jawa Barat, yang masih bertahan. Kisahnya menjadi cerminan nyata dari lumpuhnya sektor pertanian di Maidi. Pak Jamhuri terpaksa harus menyewa lahan di tempat lain untuk bertani demi menyambung hidup, karena lahan miliknya sendiri tidak bisa lagi ditanami akibat genangan air.
TEP A bersama pak Jamhuri beserta istri
kondisi yang mereka saksikan, Ghozi, selaku Koordinator Lapangan TEP A, menegaskan bahwa situasi di Maidi harus menjadi alarm bagi pemerintah dan semua pihak terkait.
Menurutnya, kasus ini menunjukkan adanya masalah sistemik dalam pengelolaan kawasan transmigrasi.
"Pengembangan kawasan transmigrasi perlu menjadi perhatian serius bagi para pemangku kepentingan," tegas Ghozi.
Ia menambahkan bahwa program transmigrasi tidak boleh berhenti pada penempatan penduduk saja, tetapi harus diiringi dengan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan pengawasan yang ketat untuk memastikan kelayakan hidup para transmigran.
Kunjungan Tim Ekspedisi Patriot, yang merupakan bagian dari program sinergi antara pemerintah dan kalangan akademisi untuk pemberdayaan masyarakat di daerah transmigrasi, telah membuka mata banyak pihak tentang realitas pahit di SP Maidi.
Temuan mereka bukan sekadar angka dan data, melainkan sebuah kesaksian tentang komunitas yang impiannya perlahan tenggelam.
Tarmizi