HNST Desak DPRD Sulteng Hentikan Aktivitas Tambang PT. Arasmas Mulya dan Muzo di Pesisir Palu

CAPTION : Himpunan Nelayan Sulawesi Tengah (HNST)/F-Doc Organisasi.


SAMBAR.ID, Palu, Sulteng - Himpunan Nelayan Sulawesi Tengah (HNST) secara resmi mengajukan permohonan rapat dengar pendapat (RDP) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah mendesak penghentian operasional perusahaan tambang galian C, PT. Arasmasmulya dan PT. Muzo, yang beroperasi di wilayah pesisir Kelurahan Taipa, Mamboro Barat, dan Kelurahan Taipa, Kota Palu.


Olehnya Ketua HNST, Djaya Rahman belum lama ini tegas menyoroti dampak serius operasional kedua perusahaan tersebut yang dinilai merugikan masyarakat nelayan dan mengancam keberlanjutan lingkungan pesisir.


Dalam surat permohonannya, HNST menguraikan beberapa keberatan utama diantaranya :


Dampak Lingkungan dan Sosial: Kegiatan penambangan menyebabkan abrasi pantai dan kerusakan ekologi wilayah pesisir. Penurunan debit air sumur berdampak pada masyarakat pemukim di sekitar bantaran Sungai Palu.


Penambangan di wilayah pesisir Kelurahan Taipa (Kaduyunu) untuk alasan eksploitasi, reklamasi, dan pembangunan jetty oleh PT. Muzo telah merusak akses nelayan dan masyarakat terhadap pantai/laut.Akses jalan menuju pantai ditutup dan tidak dapat digunakan oleh masyarakat.


Pelanggaran Hukum dan Peraturan: HNST menegaskan bahwa aktivitas perusahaan tambang tersebut melanggar beberapa peraturan, termasuk UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.


Kemudian UU No 05 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dan Peraturan Daerah Kota Palu No 02 Tahun 2006 tentang Kawasan Pesisir Teluk Palu.


"Ketidaktransparanan dan Kesepakatan yang Merugikan: Adanya "kesepakatan" antara Kelurahan Taipa dan perusahaan tambang pada tanggal 25-28 September 2025 di kantor Kelurahan Taipa dinilai dilakukan tanpa izin pertambangan dari kewenangan pemerintah provinsi," beber Djaya.


Isi perjanjian penerimaan biaya/upah relokasi perahu antara nelayan dan perusahaan yang dibuat oleh PT. Muzo dalam bentuk Bahasa Cina/Tiongkok sama sekali tidak dipahami oleh masyarakat nelayan.


"Adapun Tuntutan kami Himpunan Nelayan Sulawesi Tengah (HNST) Berdasarkan konsensus diatata, HNST menyampaikan enam tuntutan utama kepada DPRD Provinsi Sulawesi Tengah sebagai berikut:


Hentikan aktivitas reklamasi dan rencana pembangunan jetty yang dilakukan oleh PT. Arasmasmulya dan PT. Muzo serta meminta pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terkait izin dan segala aktivitas kedua perusahaan.


Mendesak PT. Arasmasmulya dan PT. Muzo untuk tidak melarang masyarakat nelayan untuk menangkap ikan di daerah lokasi perusahaan.




Menolak perjanjian antara nelayan dengan perusahaan tambang yang menggunakan bahasa Cina. Perusahaan wajib memberikan kompensasi terhadap nelayan yang mengalami kerugian akibat beroperasinya perusahaan tambang.


Pemerintah wajib menerbitkan regulasi pertambangan untuk melindungi kedaulatan rakyat atas tanah dan airnya. Memastikan akses nelayan Taiae dan Besusu dari dan ke pantai dengan spek 1 buah.


HNST juga menegaskan, apabila tuntutan mereka tidak dipenuhi, mereka akan melakukan kampanye dan propaganda bahwa aktivitas pertambangan tersebut merupakan kejahatan ekologi dan kejahatan sosial. 


"Kami tidak segan- segan untuk melakukan gugatan class action untuk mengembalikan hak masyarakat atas kehidupan yang layak, persamaan hukum, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," pungkasnya.


Hingga berita ini dinaik ditayangkan, belum ada respon atau tindak lanjut alias pernyataan/pemanggilan resmi perusahaan tambang tersebut oleh pihak DPRD Provinsi Sulteng.***




Lebih baru Lebih lama