Diduga Rokok HD Pakai Cukai Bekas Di Batam, Bea Cukai Diminta Tindak Tegas

SAMBAR.ID, BATAM KEPRI - Peredaran rokok ilegal semakin tak terbendung belakangan ini. Bahkan menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, karena diperdagangkan secara bebas. 


Menjamurnya rokok ilegal ini tanpa takut akan tindakan aparat penegak hukum setempat (APH), khususnya di Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri). 


Rokok ilegal yang dimaksud ini rokok HD. Pada kemasannya tertulis jelas bahwa rokok tersebut diproduksi oleh PT ADHI MUKTI PERSADA Batam, Indonesia. 


Seperti diketahui, harga per bungkusnya berkisar Rp. 10 atau 11 ribu, seperti di warung dan grosir, dijual eceran dan secara ilegal. 


“Rokok ilegal ini bos besarnya, Ahong Mas. Kebetulan Lingga satu asal dengan saya," ucap salah seorang yang enggan disebutkan namanya saat berada di kawasan Bengkong Indah kota Batam. Minggu malam (9/6/2024). 


Menurutnya, jual beli rokok ilegal secara bebas tersebut belakangan ini yang bernilai kurang lebih miliaran rupiah tentu telah menimbulkan kerugian negara di bidang pajak kepabeanan. 


“Kalau perlu, satu per satu mereka (penggurus-red) juga ditindak tegas,” kata dia yang juga dikenal sebagai tokoh masyarakat sambil menyeruput kopinya. 


Diketahui, sebelumnya sejak kepemimpinan Kepala Kantor KPU Bea dan Cukai Batam, Ambang Priyoggo hingga digantikan oleh Bapak Rizal tahun lalu atau beberapa bulan lewat ini, program yang dikeluarkannya cukup jelas yakni “Gempur Rokok Ilegal”. Namun faktanya tidak sesuai di lapangan. 


“Rokok ilegal ini sepertinya dibiarkan beredar bebas. Dan ironisnya, diduga menggunakan pita cukai palsu atau bekas," ujarnya. 


Ia mengatakan, masyarakat sangat berharap dan menunggu tindakan tegas pihak berwenang terkait peredaran rokok HD ilegal tersebut. 


Lebih lanjut dia menuturkan, bahwa sepengetahuannya jika ditemukan warung atau pedagang grosir yang menjual rokok dengan menggunakan pita cukai palsu atau bekas, maka akan ada pidana dan sanksi nya. 


"Diperkirakan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 8 tahun, denda paling sedikit 10x nilai cukai, paling banyak 20x nilai cukai yang harus dibayar. Pasal 55 huruf (c) UU Nomor 39 Tahun 2007,” tandasnya. (*)

Lebih baru Lebih lama