Sambar.id, Bangka || Di Bangka Belitung, terdapat beberapa perusahaan yang terlibat dalam pengolahan dan perdagangan zirkon, seperti PT PutraPrima Mineral Mandiri (PMM) yang memiliki izin usaha pertambangan zirkon di Belinyu dan Perlang. Selain itu, ada juga PT Cinta Alam Lestari (CAL) yang pernah memiliki masalah terkait ekspor zirkon. Beberapa perusahaan lain juga disebut terkait dalam rantai pasokan zirkon, seperti PT BBSJ yang diduga menimbun pasir zirkon dan PT BCP serta PT BMA yang menjadi pemasok bahan baku.
Berikut beberapa poin terkait pabrik dan kegiatan zirkon di Bangka Belitung:
• PT PutraPrima Mineral Mandiri (PMM):
Memiliki IUP (Izin Usaha Pertambangan) zirkon seluas 187,49 hektar yang tersebar di Belinyu dan Perlang. PMM melakukan pengiriman zirkon yang sudah dimuat ke kapal tongkang dan siap dijual.
• PT Cinta Alam Lestari (CAL):
Pernah menjadi sorotan karena ekspor 200 ton zirkon di Pelabuhan Pangkalbalam dihentikan oleh Kementerian ESDM karena dugaan pelanggaran.
• PT BBSJ:
Diduga terlibat dalam praktik penimbunan pasir zirkon, dan disebut mendapatkan pasokan bahan baku dari PT BCP dan PT BMA.
• Komoditas Zirkon:
Selain timah, Bangka Belitung juga memiliki potensi komoditas lain seperti zirkon, monazite,kuarsa, kaolin, dan lainnya.
• Industri Zirkon:
Zirkon memiliki berbagai aplikasi industri, termasuk dalam industri pengecoran logam sebagai bahan cetakan, penyerap sinar-X dalam televisi dan monitor komputer, serta dalam pembuatan kaca.
Penting untuk dicatat:
• Terdapat isu terkait praktik gelap dalam penambangan dan perdagangan zirkon di Bangka Belitung, termasuk dugaan penimbunan dan pelanggaran izin.
• Beberapa pihak telah meminta aparat penegak hukum untuk membongkar praktik-praktik tersebut.
Berawal sejak awal 2019 beberapa perusahaan lokal menginvestasikan modal dalam pengelolaan mineral ikutan timah dengan melakukan kerjasama kemitraan dengan Pemilik IUP timah yaitu PT.Timah Tbk.
Diantaranya ada PT.Inti Zirkon ( Kalimantan) di Muntok ,kab.Bangka barat,PT.BBSJ di Bangka ,PT. GGK dikawasan industri Jelitik.Sungailiat,Bangka.
Dengan bermodal Surat Perintah Kerja (SPK) pengolahan tersebut pihak mitra memiliki kewenangan untuk menampung dan mengolah timah kadar rendah dan mineral ikutan yang berasal di WIUP PT.Timah .
Dengan jangka waktu kerjasama atau Surat Perjanjian (SP) kemitraan selama 5 tahun.
Tentunya ini merupakan kerjasama yang pada saat itu dianggap saling menguntungkan kedua belah pihak.
Dimana pihak pemilik IUP akan mendapatkan produksi pasir timah kadar tinggi siap lebur,sedangkan mitra nya mendapatkan mineral ikutan berharga sebagai kompensasi pengolahan atau pemisahan mineralnya, dan berhak menjual mineral ikutan timah tersebut,karena regulasi atau Kebijakan dari ekspor MIT belum bisa dilaksanakan langsung oleh pemilik IUP atau PT Timah saat itu.
Berawal dari perjanjian kerja dan SPK saat itulah pengolahan mineral kadar rendah dimasing-masing plant tersebut berjalan, dengan pasokan bahan baku dari unit produksi PT.Timah Tbk.
Namun dari beberapa sumber internal mengatakan bahwa bahan baku tersebut terutama timah kadar rendah tidak kontinu dikirim pihak pemilik IUP kemitra pengolahan,bahkan masih terjadi pembelian pasir timah atau bahan baku oleh pihak mitra secara langsung ke masyarakat.
Pasokan atau input bahan baku yang harusnya dikerjakan untuk mensupport produksi PT.Timah guna mencapai target logam, malah dimanfaatkan untuk mengelola zirkon dan monazite dari sumber bahan baku yang berasal dari kolektor-kolektor luar PT.Timah ,yang tidak jelas asal usul barangnya tanpa pengawasan yang ketat dari pemilik IUP.
Hal ini diduga kuat sebagai awal masuknya barang seperti timah kadar rendah,yang diolah menjadi tumpukan zirkon dan monazite atau mineral lainnya sampai saat ini terus berlangsung.
Walaupun sumber informasi dari pejabat PT.Timah menyatakan sudah tidak ada lagi kerjasama dengan mitra pengolahan mineral timah lowgrade maupun mineral ikutan lainnya sejak beberapa tahun terakhir.
Hal inipun akhirnya terungkap dengan adanya sidak Komisi III DPRD Provinsi Bangka Belitung ke PT.BBSJ beberapa minggu lalu.
Dengan alasan bahan baku didapatkan dari beberapa perusahaan yang ternyata belum beroperasi.
Modus inipun terjadi dengan perusahaan pengekspor mineral ikutan berharga lainnya dengan bermodal IUP yang ada sebagai asal usul barang,namun tidak ada proses penambangan atau operasi produksi yang beraktifitas.
Berdasarkan pengamatan dan investasi dilapangan banyak sekali kolektor kecil mengolah tailing atau sisa hasil tambang sehingga mendapatkan timah, monazite,zircon ,dan elminite,dengan kemudian menjualnya kepada para pengumpul atau pabrik di sungailiat maupun pangkalpinang dengan jumlah yang tidak sedikit, bahkan target zirkon yang dijual kepabrik peleburan tersebut hanya berkisar kadar 20-30 % saja.
Karena kuota sekali kirim keluar dengan tongkang mencapai 300 an Ton ore sekali jalan menuju Kalimantan untuk peningkatan kadar siap ekspor.
Bayangkan jika terkait MIT ini tidak dikawal pemerintah daerah dengan ketat secara regulasi dengan perda dan Pengawasan aparat penegak hukum ,berapa banyak aset sumberdaya alam Babel yang hilang dan tentunya PAD dan kerugian pendapatan keuangan negara yang cukup besar menguap .
Masyarakat Babel tentunya menunggu langkah- langkah konkret gubernur babel bapak Hidayat Arsani,dan pemilik IUP , dan APH untuk bersama mengawal ketat ekspor mineral ikutan Zirkon dan mineral berharga lainnya ,tentunya dengan perda sesuai regulasi pusat,bukan malah terkesan memberikan ruang praktik ilegal ini berlangsung dibalik izin pusat,tanpa jelas asal usul dan melanggar regulasi yang ada.
M. Ansory