LKBHMI Makassar Desak Reformasi Polri: Bhayangkara ke-79 Jangan Jadi Seremoni Kosong



SAMBAR.ID// MAKASSAR - 
25 Juni 2025 Memperingati Hari Bhayangkara ke-79, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Makassar menegaskan bahwa perayaan ini tak boleh menjadi seremoni kosong di tengah makin memburuknya citra dan kinerja kepolisian. Momen ini harus menjadi titik balik menuju reformasi menyeluruh, bukan ajang formalitas tahunan yang menutupi krisis penegakan hukum di tubuh Polri.


Direktur LKBHMI Makassar, Alif Fajar, menyoroti rentetan kasus yang mencoreng institusi Polri di Sulawesi Selatan, mulai dari keterlibatan oknum dalam jaringan narkoba, kekerasan terhadap mahasiswa, praktik suap dan pungli, hingga pelayanan hukum yang diskriminatif. Survei Indikator Politik Indonesia (April 2025) serta laporan Komnas HAM menunjukkan penurunan drastis kepercayaan publik terhadap Polri, terutama di wilayah timur Indonesia termasuk Sulsel.


“Ini bukan lagi soal segelintir oknum, tapi kegagalan sistemik. Kami mendesak Kapolda Sulsel dan Kapolrestabes Makassar untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh dan terbuka. Jangan biarkan pelanggar hukum berlindung di balik seragam,” tegas Alif.

LKBHMI juga menyoroti kasus peredaran skincare ilegal yang mengandung bahan berbahaya seperti merkuri dan sebagian besar tidak memiliki izin edar. Enam produk yang teridentifikasi adalah FF (Fenny Frans), RG (Raja Glow), MH (Mira Hayati), MG (Maxie Glow), BG (Bestie Glow), dan NRL. Namun, dari enam produk tersebut, hanya tiga yang diproses hukum, sementara tiga lainnya hilang tanpa kejelasan proses penindakan.


“Apakah di balik pembiaran ini ada bekingan dari oknum aparat? Publik tidak butuh basa-basi — publik butuh keadilan. Ini bukan sekadar soal kosmetik, tapi soal nyawa dan keselamatan masyarakat,” ujar Alif fajar.


Ia menambahkan bahwa jika aparat penegak hukum tidak berani menindak secara menyeluruh kasus-kasus seperti ini, maka patut dipertanyakan komitmen Polri dalam melindungi rakyat dari bahaya kejahatan terorganisir yang bersembunyi di balik bisnis.


LKBHMI menegaskan bahwa cinta terhadap Polri berarti berani mengkritik dan mendorong perbaikan struktural dan kultural. Jika penegakan hukum dikompromikan oleh kepentingan dan proteksi internal, maka yang tersisa bukan keadilan, melainkan ketakutan dan hilangnya rasa percaya publik.


“Hentikan seremoni, mulai reformasi. Rakyat menuntut keadilan, bukan pencitraan. Bersihkan institusi dari dalam, dan tegakkan hukum seadil-adilnya tanpa pandang bulu. Jangan biarkan hukum dijalankan untuk yang lemah, sementara yang punya kuasa dibiarkan bebas,” tutup Alif Fajar dengan tegas.

Lebih baru Lebih lama