Ketika Hukum Kehilangan Ruhnya, BTN Eksekusi Rumah, dan Pertanyaan untuk Negara

Sambar.id, Makassar - Di negeri ini, hukum seharusnya bukan sekadar teks yang terpahat di lembaran undang-undang. Ia adalah janji yang hidup — janji akan perlindungan, keadilan, dan keberpihakan kepada yang lemah. Jum'at 1 Agustus 2025


Namun dalam praktiknya, janji itu kerap tereduksi menjadi formalitas prosedural yang kehilangan ruh, terlebih saat berhadapan dengan kuasa modal dan struktur kekuasaan.


Kasus rencana eksekusi rumah warga BTN Minasa Upa atas nama Muhammad Fakhruddin, S.T., S.H., M.H. menjadi cermin getir dari kegagalan sistem yang semestinya melindungi hak-hak rakyat kecil. 


Di saat proses hukum masih berlangsung dan belum inkrah — bahkan tengah diajukan Peninjauan Kembali (PK) — upaya paksa untuk mengeksekusi aset pribadi justru memperlihatkan bagaimana visi luhur lembaga-lembaga negara, baik perbankan maupun peradilan, tampak berjarak dari realitas moral dan rasa keadilan publik.


Ketika Visi dan Motto Tak Mewakili Tindakan, Rakyat Berhak Bertanya, Apalah arti visi dan motto, jika tak tercermin dalam tindakan nyata?

  1. Bank BTN menyebut dirinya "Sahabat Keluarga Indonesia, Aman dan Terpercaya."
  2. Pengadilan Negeri menjunjung tinggi slogan "Bangkit Bersama, Tegakkan Keadilan."
  3. OJK mengusung tekad: "Mengatur, Mengawasi, dan Melindungi Konsumen Jasa Keuangan."

Namun hari ini, masyarakat mempertanyakan: di mana makna dari semua semboyan itu ketika rumah satu-satunya milik keluarga hendak dieksekusi, sementara proses hukum belum final dan dasar eksekusinya pun dipersoalkan?


Sebab hukum yang adil tak cukup hanya tertulis di dinding kantor yang megah. Ia harus hadir dalam setiap keputusan — terlebih ketika menyangkut ruang hidup, martabat, dan keberlangsungan keluarga rakyat biasa.


Rakyat Melawan: “Tolak Eksekusi Sepihak yang Cacat Hukum!”


Gelombang penolakan terhadap eksekusi rumah milik Muhammad Fakhruddin di BTN Minasa Upa, Kota Makassar, kian meluas. Ratusan warga, mahasiswa, dan aktivis hukum turun ke jalan menyuarakan satu tuntutan tegas: Tolak eksekusi sepihak yang cacat hukum!


Tokoh Masyarakat: “Ini Bukan Sekadar Rumah, Ini Hak Hidup!”


Tokoh masyarakat setempat, Haji Nur Syahadas Syam, secara tegas menolak eksekusi tersebut.


“Kami menolak keras jika eksekusi tetap dilakukan. Ini menyangkut hak hidup warga. Negara wajib hadir melindungi, bukan menindas,” tegasnya di hadapan massa aksi.


Sarat Kejanggalan: Cessie Dipersoalkan, Putusan Belum Final


Eksekusi berdasarkan penetapan No. 19/EKS/2024/PN.Mks jo. 249/Pdt.G/2020/PN.Mks yang dijadwalkan 30 Juli 2025, kini menjadi sorotan tajam. 


Fakhruddin, melalui kuasa hukumnya dari LBH Afiliasi Keadilan Semesta, telah mengajukan permohonan penangguhan eksekusi tertanggal 21 Juli 2025.


Tiga poin utama menjadi dasar permohonan:

  1. Cessie Diduga Cacat Prosedur: Pengalihan piutang No. 177/MKS/BCRU/IV/2020 dipersoalkan karena dilakukan saat perkara masih disengketakan di tingkat banding (No. 417/Pdt.G/2024/PN.Mks).
  2. Dasar Hukum yang Harus Dihormati: Sesuai Pasal 207 HIR, proses eksekusi harus ditunda jika masih ada perlawanan hukum yang diajukan.
  3. Aspek Kemanusiaan: Rumah yang akan dieksekusi adalah satu-satunya tempat tinggal keluarga, yang keberadaannya dijamin oleh UUD 1945, UU HAM, serta Prinsip Kehidupan Layak dalam hukum nasional.


Teriakan Jalanan: Desak OJK Bertindak, Copot Pimpinan BTN Makassar!


Dalam aksi bertajuk “Seruan Tempur Anak Bangsa”, massa menuding adanya dugaan praktik tidak sehat dalam proses cessie yang berujung pada eksekusi paksa.


Tuntutan Masyarakat:

  • Batalkan praktik cessie tanpa dasar hukum sah.
  • Hormati supremasi hukum, tunda eksekusi hingga inkrah.
  • OJK wajib turun tangan membela hak konsumen.
  • Evaluasi dan copot pimpinan BTN Makassar.
  • Pulihkan hak debitur sesuai prinsip keadilan.


Demonstrasi Meluas: Spanduk, Blokade, dan Kekecewaan terhadap PN Makassar


Jumat, 1 Agustus 2025 — Puluhan mahasiswa dan warga Minasa Upa memblokade Jalan R.A. Kartini di depan PN Makassar. Spanduk bertuliskan “Tolak Eksekusi Sepihak — Hargai Proses Hukum” terbentang lebar, sementara orasi terus menggelegar dari pengeras suara.


Nawir, juru bicara aksi, menyatakan: “BTN Makassar telah mengabaikan prinsip kehati-hatian dan mengancam hak hidup warga. OJK dan PN harus turun meninjau ulang. Jangan jadikan hukum alat pemiskinan rakyat!”


Aksi Selanjutnya: Tekanan Menuju Kantor OJK


Rangkaian aksi dijadwalkan berlanjut ke Kantor OJK Regional Makassar. Massa mendesak lembaga pengawas sektor keuangan tersebut untuk:

  • Menyelidiki proses cessie dan potensi pelanggaran etik maupun hukum.
  • Menjamin pemulihan hak-hak konsumen dalam sektor perbankan.
  • Menyikapi secara tegas dan transparan dugaan penyimpangan di lingkungan BTN Makassar.


“Ini bukan soal satu rumah, tapi tentang keberanian rakyat menagih janji negara: keadilan yang hidup dan hadir bagi semua,” pungkas salah satu mahasiswa.


Negara tak boleh diam. Ketika lembaga keuangan dan hukum bergerak tanpa mempertimbangkan aspek keadilan substantif, maka rakyat akan menuntut. Dan dalam demokrasi, suara rakyat bukan sekadar retorika — ia adalah mandat.

Lebih baru Lebih lama