Rakyat bayar listrik itu disiplin luar biasa. Token habis jam 2 pagi pun, mereka rela keluar rumah, beli di warung, biar kipas angin nggak berhenti. Listrik itu harga mati.
Tapi di kantor pusat PLN, harga matinya beda: utang 156 miliar per hari.
Bukan buat perbaikan tiang miring di kampung, bukan buat kabel yang sudah kusut kayak benang layangan, tapi entah untuk siapa.
Kalau rakyat telat bayar, listrik dicabut dalam hitungan jam.
Kalau PLN yang telat bayar, tinggal lempar alasan: “biaya operasional naik”, “beli energi primer”, atau jurus pamungkas: “subsidi harus naik”.
Nyatanya, PLN ini bukan Perusahaan Listrik Negara, tapi Perusahaan Listrik Ngutang.
Uang rakyat masuk setiap detik, tapi yang keluar justru tagihan utang yang tumbuh lebih cepat dari lampu jalan yang padam.
Kalau ini terus dibiarkan, jangan kaget kalau nanti slogan PLN berubah:
“Menerangi pejabat, memadamkan logika rakyat.”
---