Suara Rakyat Desa Pelanjau Tak Didengar, Perjanjian Kerjasama PT, BAL dan Koperasi Binjai Jaya Abadi Tetap Berjalan

Sambar.id, Ketapang 13 Agustus 2025 || Harapan warga Desa Pelanjau Jaya, Kecamatan Marau, untuk menyuarakan penolakan terhadap rencana pembangunan dan pengelolaan kebun plasma kemitraan yang digagas PT. Budidaya Agrolestari (BAL) bersama Koperasi Binjai Jaya Abadi, tampaknya tak berbuah manis.


Kepala Desa Pelanjau Jaya, saat dikonfirmasi media, menjelaskan bahwa undangan dari PT. BAL baru diterimanya pada sore hari tanggal 10 Agustus 2025. Sehari setelahnya, pada 11 Agustus, ia mengundang warganya untuk bermusyawarah membahas langkah yang akan diambil sebelum menghadiri undangan resmi perusahaan pada 12 Agustus 2025. Hasil musyawarah tersebut tegas "menolak rencana kerjasama tersebut".


Namun, kekecewaan muncul ketika warga menemukan pemberitaan di media online lain yang menampilkan bahwa pihak koperasi dan PT. BAL tetap menandatangani perjanjian kerjasama pada 12 Agustus 2025. Langkah tersebut dinilai bertolak belakang dengan aspirasi warga, terutama mereka yang terdaftar sebagai anggota CPCL (Calon Petani Calon Lahan) program kebun plasma.


Tidak hanya itu, warga juga mempertanyakan keabsahan kepemimpinan koperasi. Berdasarkan data, nama Tiklau yang menjabat sebagai Ketua Koperasi Binjai Jaya Abadi ternyata tidak tercatat sebagai anggota CPCL koperasi tersebut. Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa nama yang bersangkutan justru terdaftar sebagai anggota koperasi lain, yakni Koperasi MUTS.


“Ini jelas aneh. Ketua koperasi seharusnya berasal dari anggota koperasi yang bersangkutan. Kalau bukan, bagaimana bisa mengambil keputusan yang menyangkut hak-hak anggota?” ujar salah satu tokoh masyarakat yang tidak mau di sebutkan namanya.


Warga juga mempertanyakan sikap Kepala Dinas Perkebunan (Distanakbun) serta Kepala Dinas Koperasi (Diskop) Kabupaten Ketapang yang justru hadir dalam agenda tersebut tanpa menanggapi keberatan masyarakat.


Lebih jauh, terdapat dugaan pelanggaran tata kelola lahan. Berdasarkan pelacakan peta ATR/BPN, lahan yang diklaim milik koperasi belum memiliki HGU (Hak Guna Usaha), namun sudah ditanami oleh pihak perusahaan.


Warga menilai ada dua masalah besar dalam persoalan ini:


1. Aspirasi masyarakat hasil musyawarah 11 Agustus 2025 diabaikan oleh pihak perusahaan, koperasi, dan instansi terkait.


2. Persetujuan anggota koperasi tidak pernah dilakukan sebelum penandatanganan perjanjian, yang berpotensi merugikan hak-hak mereka.


Masyarakat berencana membawa persoalan ini ke tingkat yang lebih tinggi, baik secara hukum maupun melalui jalur advokasi, agar hak mereka sebagai anggota koperasi dan pemilik lahan plasma benar-benar dilindungi.


Atin.

Lebih baru Lebih lama