Sambar.id, Manado, Sulut – Aroma gejolak besar kian terasa di Sulawesi Utara. Para ahli waris tanah Bandara Sam Ratulangi, yang dipimpin oleh kuasa hukum sekaligus penanggung jawab aksi unjuk rasa, menyatakan siap menduduki dan menutup Bandara Sam Ratulangi Manado.
Pernyataan itu ditegaskan dalam laporan terbuka kepada Presiden RI, Prabowo Subianto, lantaran pihak Bandara Sam Ratulangi dan Kantor Keuangan Negara Manado dinilai mengabaikan putusan pengadilan yang telah inkrah serta Surat Perintah Membayar dari Menteri Sekretaris Negara (Mensekneg RI).
“Kami sudah layangkan surat pemberitahuan ke Polda Sulut. Aksi ini akan membawa dua mobil dump truck bermuatan batu gunung dan satu eksavator, masuk ke Bandara Sam Ratulangi hingga ke landasan pacu, juga ke Kantor Keuangan Negara Manado,” tegas Penanggungjawab Aksi, yang mendapat mandat dari ahli waris tanah, Sonny Nelson Woba.
Putusan Hukum Diabaikan
Fakta hukum jelas: putusan pengadilan berkekuatan tetap (inkracht van gewijsde) dan Surat Perintah Membayar dari Mensekneg RI. Namun, hingga kini, kewajiban negara untuk membayar ganti rugi tanah tak kunjung ditunaikan.
Pihak ahli waris menuding pihak bandara maupun Kantor Keuangan Negara hanya menebar janji-janji manis tanpa realisasi. “Janji dusta, penuh kebohongan. Kalau tidak ingin didemo, bayarkan hak tanah ahli waris,” tegasnya.
Amanat Konstitusi dan UU Agraria
Kasus ini mencoreng wajah hukum dan konstitusi.
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945: setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945: bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Pasal 18 menegaskan, apabila tanah rakyat dipergunakan untuk kepentingan umum, maka harus dilakukan ganti rugi yang layak dan adil.
Dengan kata lain, tidak ada alasan hukum bagi negara untuk menunda pembayaran hak rakyat.
UU Penerbangan: Bandara Objek Vital
Di sisi lain, UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Pasal 210 mengatur bahwa bandara merupakan objek vital nasional yang wajib dijaga keamanannya. Ancaman aksi blokade di Bandara Sam Ratulangi jelas berpotensi mengganggu keselamatan penerbangan sipil di Kawasan Timur Indonesia.
Hal ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah pusat untuk segera turun tangan, agar masalah hukum tidak berubah menjadi konflik sosial yang bisa berdampak pada kepentingan nasional.
Amanat Presiden
Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan Agustus 2025 menegaskan:
“Negara tidak boleh kalah oleh mafia tanah. Keadilan rakyat adalah prioritas. Aparatur yang abai hukum akan saya tindak tegas.”
Ironisnya, dalam kasus Bandara Sam Ratulangi, amanat Presiden seolah dibajak oleh aparat negara sendiri yang enggan melaksanakan hukum.
Tekad Tak Mundur
Gerakan ini diklaim sebagai bagian dari perjuangan melawan mafia tanah.
“Apapun yang terjadi, kami tidak akan mundur selangkahpun. Siap menanggung segala risiko, termasuk menduduki Bandara Sam Ratulangi dan Kantor Keuangan Negara Manado,” tegas Penanggungjawab Aksi.
Seruan Terakhir
Aspirasi para ahli waris jelas: bayarkan hak tanah sesuai putusan pengadilan. Jika negara terus abai, konflik terbuka tak terelakkan.
Rakyat menanti jawaban Presiden. Apakah hukum benar-benar tegak, atau sekadar retorika? (Am)