SAMBAR.ID//JAKARTA - PT Sejahtera Bintang Abadi Tbk (SBAT) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, menyusul emiten tekstil lainnya Sritex (SRIL). PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk. (SBAT) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, menyusul PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) yang lebih dulu mengalami kepailitan.
SBAT, yang didirikan pada 2003 dan mulai berproduksi pada 2004, telah mengekspor produk tekstil ke lebih dari 20 negara dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada 2020. Setelah dinyatakan pailit, seluruh aset SBAT berada di bawah penguasaan kurator, dan perusahaan tidak berencana melakukan upaya hukum atas putusan tersebut. Didirikan pada 2003, SBAT sebetulnya telah malang melintang di industri tekstil Tanah Air.
Emiten yang semula didirikan di Bandung, Jawa Barat itu bahkan telah merambah pasar ekspor ke lebih dari 20 negara pada 2022. Ketika didirikan, SBAT berfokus pada lini bisnis produksi benang, dengan mencampurkannya bersama bahan daur ulang untuk memberikan nilai tambah yang kompetitif di pasaran. Benang yang diproduksi oleh SBAT kemudian digunakan dalam berbagai kebutuhan, seperti memproduksi handuk, sarung tangan rajutan, kain denim, kain kanvas, atau kebutuhan industri rumah lainnya.
Emiten ini telah memiliki kapasitas produksi tahunan mencapai 20.000 ton untuk memenuhi pesanan di berbagai negara. SBAT telah menjadi penjual benang kepada lebih dari 300 perusahaan di seluruh dunia. Sebagian besar negara tujuan ekspor SBAT adalah Asia, Eropa, Amerika, dan Afrika. Setelah didirikan pada 2003, produksi SBAT sebetulnya baru dimulai pada 2004. Selama kurang lebih 10 tahun lamanya, SBAT fokus pada penguatan bisnis dengan mengembangkan pasar domestik. Ekspansi SBAT ke pasar ekspor baru dimulai pertama kali pada 2014.
Kendati melakukan produksi di Bandung, pengiriman produk mereka di pasar ekspor dilakukan melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Saat itu, Malaysia menjadi negara ekspor pertama yang membeli produk SBAT. SBAT telah mencapai kapasitas produksi sebanyak 20.000 ton per tahun. Tidak lama berselang setelah capaian itu, SBAT kemudian mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada 2020. Saat melantai di Bursa, SBAT melakukan pencatatan perdana saham di harga Rp105 per lembar. Sesaat setelah pembukaan perdagangan, saham SBAT langsung melesat 34,29% ke level Rp141 per lembar. Bahkan, saham SBAT mengalami _oversubscribed_ dengan pesanan mencapai 1,42 kali dari total penawaran.
Alhasil, SBAT mengantongi Rp44,6 miliar dari aksi tersebut. Saat itu SBAT berencana menggunakan 78,55% dana IPO untuk belanja modal. Perseroan saat itu berencana menambah fasilitas produksi dengan membeli mesin open end machine dan finisher drawframe serta beberapa mesin lainnya.
Selain itu, perseroan juga berencana melakukan peremajaan fasilitas produksi yang sudah ada dengan mengganti mesin yang terbakar. Sisa dana sekitar 21,45% akan digunakan untuk keperluan modal kerja seperti pembelian bahan baku, biaya pemasaran dan perlengkapan keperluan lainnya. Namun, kini perjalanan SBAT nyaris berakhir. Berdasarkan penjelasan pengendali SBAT, Tan Heng Lok kepada Bursa, pada 29 Agustus 2025, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan penundaan kewajiban pembayaran utang PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk. yang berakhir dengan segala akibat hukumnya dan menyatakan perseroan pailit.
Tan juga menyebut bahwa saat ini seluruh aset perseroan dalam penguasaan kurator. Sebelum terjadinya Pailit terlebih dulu SBAT dimohonkan PKPU oleh PT Putratama Satya Bhakti (PSB) melalui kuasa hukumnya Razi Mahfudzi, S.H., M.H., & Jarot Wijanarko, S.H. Dari Firma Hukum Manggala Raja, Razi menyampaikan bahwa tidak adanya kepastian pembayaran dari SBAT selaku Debitur membuat Para Kreditur khawatir tentang pengembalian utangnya sehingga tidak terjadinya Homologasi
Razi selaku kuasa hukum kreditur saat diwawancarai awak media di Jakarta pada Senin (29/09/2025) menyampaikan harapannya
"Kami Berharap Kurator dapat melakukan pemberesan terhadap tagihan para kreditur secara cepat, tepat & akuntabel", harapnya
sementara itu Kuasa Hukum Kreditur yang lain Jarot Wijanarko yakin Putusan Pailit ini merupakan langkah terbaik akan yang akan menjamin dipenuhinya seluruh hak dari para Kreditur terlebih Jarot menganggap bahwa SBAT masih dapat going concern dan menghasilkan profit jika dikelola dengan baik.
Ditemui awak media secara terpisah manajemen SBAT akan membicarakan langkah yang diambil terkait kepentingan pemegang saham publik kepada kurator.
SBAT juga tidak berencana melakukan upaya hukum apapun atas putusan pailit ini. Pailitnya SBAT turut menambah daftar panjang perusahaan tekstil yang tutup. Sebelumnya, raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) alias Sritex dan tiga anak usahanya juga berhenti beroperasi per 1 Maret 2025, setelah terjerat kepailitan. (Megy)