Dana Kebersihan Dipertanyakan! Siapa yang Berbohong: Guru atau Orang Tua Siswa SDN Daya 1 Makassar?

Sambar.id, Makassar,  — Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seharusnya menjamin kenyamanan belajar siswa. Selasa 9 September 2025

Namun, di UPT SPF SD Negeri Daya 1, Kecamatan Biringkanaya, orang tua murid geram: anak-anak mereka rutin dipaksa menyapu dan memungut sampah di lapangan sekolah.

“Kita kirim anak ke sekolah untuk menuntut ilmu, bukan untuk menyapu lapangan,” ungkap seorang wali murid melalui pesan berantai kepada redaksi.

Dana BOS Ada, Tapi Siswa Tetap Menyapu

Praktik ini diduga berlangsung sejak tenaga kebersihan berhenti. Wali murid menuding sekolah membiarkan murid menggantikan peran tenaga kebersihan, meski gaji mereka hanya Rp400 ribu per bulan.

“Kalau satu orang digaji Rp400 ribu disuruh bersihkan satu lapangan sampai belakang, mending tidur,” sindir wali murid lain.

Ironisnya, Permendikbud No. 63 Tahun 2022 tentang Juknis BOS Reguler menyebut dana BOS dapat dipakai untuk membiayai jasa kebersihan. Publik pun bertanya: kemana larinya dana BOS yang dialokasikan tiap tahun?

Hak Anak 

Pasal 31 UUD 1945 dan UU No. 20 Tahun 2003 menegaskan pendidikan adalah hak setiap anak, bukan beban kerja. Konvensi Hak Anak yang diratifikasi melalui Keppres No. 36 Tahun 1990 juga melarang eksploitasi anak.

Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan:

“Negara harus hadir menjamin pendidikan yang bermutu, adil, dan melindungi setiap anak dari segala bentuk diskriminasi maupun eksploitasi. Tidak boleh ada anak Indonesia diperlakukan tidak semestinya di sekolah, karena sekolah adalah tempat menimba ilmu, bukan tempat kerja paksa.”

Praktik di SD Negeri Daya 1 jelas bertolak belakang dengan pesan Presiden.

Dinas Pendidikan Dipertanyakan

Kasus ini sekaligus menyoroti kinerja Dinas Pendidikan Kota Makassar. Sebagai pengawas, dinas seharusnya memastikan penggunaan dana BOS transparan. Fakta bahwa murid masih dipaksa menyapu menunjukkan lemahnya pengawasan.

“Kalau Dinas Pendidikan tidak bisa mengawasi penggunaan dana BOS, lalu apa gunanya mereka ada?” sindir seorang pemerhati pendidikan di Makassar.

Guru Menyebut Hoaks, Orang Tua Bersikeras

Menanggapi berita ini, salah satu guru, Suryani, menyatakan bahwa tudingan orang tua merupakan hoaks, menyebarkan kerugian bagi sekolah dan masyarakat. 

Berikut klarifikasinya tanpa editan; Menyebarkan berita hoaks (berita bohong) hukumnya tidak diperbolehkan baik dalam hukum agama maupun hukum negara, karena termasuk perbuatan yang membawa mudharat (kerugian) bagi orang lain dan masyarakat.

📌 Dalam Islam:

Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6).

Nabi ﷺ bersabda:
“Cukuplah seseorang dianggap berdusta apabila ia menceritakan semua yang ia dengar.” (HR. Muslim).


👉 Artinya, menyebarkan berita tanpa tabayyun (klarifikasi) apalagi kalau terbukti palsu/hoaks, termasuk dosa karena sama dengan menyebarkan kebohongan.


✨ Jadi, hukum menyiarkan berita hoaks:

Haram dalam Islam (dosa karena menyebarkan kebohongan).


Dalam klarifikasinya, ia menekankan:
“Menyebarkan berita bohong hukumnya tidak diperbolehkan baik dalam agama maupun hukum negara.”


Sementara orang tua menegaskan: anak-anak mereka benar-benar rutin menyapu lapangan. Tidak hanya satu atau dua kali, tapi sudah menjadi praktik rutin sejak tenaga kebersihan berhenti.

Publik pun bertanya: siapa yang berbohong? Guru yang membela citra sekolah, atau orang tua yang menyuarakan kebenaran anak-anak mereka?

Potret Kebersamaan atau Pekerja Kecil?

Di halaman SD Negeri Daya 1, terlihat puluhan siswa berseragam merah putih sedang menyapu, membawa ember, dan mengangkut sampah. Sebagian duduk santai di bawah pohon, bercanda dan bermain. 

Aktivitas ini memunculkan pertanyaan besar: apakah kegiatan ini bagian dari pendidikan karakter, atau praktik kerja paksa yang melanggar hak anak?

Kasus ini bukan sekadar soal sapu tangan di halaman sekolah. Ini tentang transparansi BOS, perlindungan hak anak, dan akuntabilitas Dinas Pendidikan. 

Yang paling penting: apakah pihak sekolah berani membuka fakta, atau tetap menutup diri di balik klaim “hoaks”?

Publik kini menunggu jawaban jelas. Dana BOS ada, anak-anak tetap menyapu, dan pertanyaan besar tetap menggantung: siapa sebenarnya yang menutupi kebenaran? (Hd)

Lebih baru Lebih lama