Lemahnya Pengawasan Disdik, Proyek APBN di Sekolah Rawan Korupsi dan Manipulasi Material


Sambar.id, Pangandaran — Pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto telah menggelontorkan anggaran jumbo untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional. 


Tahun 2025, dana Rp17,15 triliun digelontorkan untuk rehabilitasi, renovasi, dan perbaikan 10.440 sekolah di seluruh Indonesia. Skema ini dilakukan secara swakelola, langsung dikelola oleh pihak sekolah agar transparansi dan pemberdayaan masyarakat lokal lebih terjamin.


Selain itu, Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik pendidikan dari APBN dan alokasi APBD di daerah turut menopang revitalisasi sarana pendidikan, mulai dari ruang kelas, sanitasi, hingga fasilitas penunjang. Tujuan mulianya jelas: menghadirkan sekolah yang layak, aman, dan memadai bagi peserta didik di seluruh pelosok negeri.


Namun di lapangan, program besar ini justru seringkali dicederai oleh lemahnya pengawasan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 


Banyak proyek yang berjalan tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), material dipangkas, dan kualitas bangunan jauh dari standar teknis. Praktik seperti ini membuka ruang bagi terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).


Padahal, mekanisme swakelola yang diatur pemerintah pusat dirancang agar dana benar-benar dirasakan manfaatnya oleh sekolah dan masyarakat sekitar. 


Celah penyalahgunaan muncul karena minimnya monitoring dan audit berkala dari pemerintah daerah, khususnya Disdik.


Kondisi ini bertolak belakang dengan semangat Presiden Prabowo yang dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa anggaran pendidikan harus tepat sasaran, transparan, dan bebas korupsi. 


Ia bahkan menekankan pentingnya pemberantasan praktik manipulatif yang merugikan rakyat kecil, karena pendidikan adalah fondasi bangsa.


Jika pemerintah daerah dan Disdik tidak memperketat pengawasan, maka program yang menghabiskan puluhan triliun rupiah ini hanya akan melahirkan bangunan-bangunan rapuh yang cepat rusak, sementara generasi bangsa terus dikorbankan.


Masyarakat, akademisi, dan lembaga pengawas independen pun mendesak agar setiap proyek pendidikan berbasis APBN dan APBD diaudit terbuka, sesuai amanat UUD 1945 Pasal 31 tentang hak atas pendidikan dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


Transparansi bukan hanya tuntutan moral, melainkan kewajiban hukum. Jika tidak, maka rehabilitasi sekolah berpotensi berubah menjadi “rehabilitasi anggaran” demi memperkaya segelintir pihak.

SAMBAR.iD

David

Lebih baru Lebih lama