Sambar .Id , CILACAP - Kasus sengketa lahan di wilayah perbatasan Nusakambangan, tepatnya di Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten, Cilacap, Jawa Tengah, berbuntut panjang.
Usai pematokan tanah sepihak tanpa ada musyawarah dan upaya penggusuran yang dilakukan pihak Lapas Nusakambangan, puluhan warga ramai-ramai mendatangi Kantor Pertanahan (BPN) Cilacap, Rabu (24/9/2025) siang.
Dengan membawa poster berisi penolakan program food estate dan bendera biru bergambar petani dan nelayan bertuliskan lawan penggusuran, warga berunjuk rasa, menuntut sengketa lahan di perbatasan Nusakambangan yang mereka garap selama puluhan tahun agar segera diselesaikan.
"Melalui aksi ini, kami mewakili warga berharap setidaknya dari pemerintah daerah agar mengupayakan persoalan ini selesai dan mampu ditangani, tanpa ada warga yang disingkirkan dari wilayahnya," ujar Koordinator Aksi, Wandi Nasution.
Ia mengungkapkan, tanah yang selama ini dikuasai warga, tiba-tiba diklaim menjadi milik Lapas Nusakambangan pada akhir tahun 2024. Dan di bulan Maret lalu, pihak lapas meminta tanah tersebut untuk dikosongkan.
"Jadi warga mau digusur melalui surat yang diterbitkan oleh pihak lapas. Di dalam surat itu, 20 hari harus dikosongkan. Kemudian Sekda dengan pihak lapas kemarin datang ke Gragalan meminta warga untuk keluar dari wilayah tersebut sejauh 500 meter dari belakang Lapas Narkotika," tutur Wandi.
"Dan warga menyatakan sikap tidak akan keluar sejengkal pun, kecuali 20 meter dari wilayah jalan yang dibangun pihak lapas, nah dari situ lapas mengusulkan 10 meter dari jalan, dan warga tetap bersikukuh karena warga sudah mengelola secara turun temurun," imbuhnya.
Sebelumnya, penyodetan atau pematokan juga telah dilakukan di beberapa wilayah seperti Klaces, Ujungalang hingga ke Geragalan, namun ditolak warga. Hal ini lantaran tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.
"Upaya pematokan ini sama sekali tidak ada surat ataupun sosialiasi ke warga. Artinya pematokan ini dilakukan secara ilegal dan diatas tanah warga yang sudah disertifikat menggunakan SHM di Klaces," jelas Wandi dari LBH Yogyakarta ini.
"Pada waktu itu juga pihak Lapas Narkotika membangun lapas itu meminta tanah ke warga, kemudian yang memberi tanah ini juga mau digusur," lanjutnya.
Wandi menambahkan, terdapat sedikitnya 32 kepala keluarga dengan 100 jiwa yang terancam kehilangan tempat tinggal dan lahan garapan.
Sementara warga sejak tahun 1999, mereka menggarap lahan di Dusun Gragalan, Desa Ujungalang, dan terhitung sudah 20 tahun lebih. Oleh karena itu, warga menolak bilamana digusur.
"Dan upaya ini salah satu advokasi agraria yang kita lakukan. Tentunya nanti tetap ada lanjutan-lanjutan," ujar Wandi.
"Dan yang kita lakukan namun belum ada balasan, kita sudah mengirimkan surat ke Komnas Ham, Komisi II DPR RI, Komisi IV DPR RI," imbuhnya.
Adapun persoalan warga menolak program food estate atau ketahanan pangan, ungkap Wandi dikarenakan program tersebut belum memiliki dokumen resmi.
"Jadi warga mendengar desas desus bahwa food estate ini belum ada dokumennya, namun di lapangan sudah dibuka seluas 34,2 hektare, yang melakukan pengelolaan disana para napi Nusakambangan," tuturnya.
Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Cilacap, Andri Kristanto saat ditemui mengatakan, pihaknya akan segera berkirim surat ke Kementerian ATR/BPN, menyampaikan permasalahan tersebut.
"Setelah ini saya minta ke Kasi Penanganan Sengketa untuk segera membuat surat ke Kementerian menyampaikan hal ini, dan saya minta petunjuk untuk membantu menyelesaikan permasalahan ini," ujar Andri.
Pihaknya memastikan akan berupaya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun demikian, melalui kerja sama dengan pihak-pihak terkait.
"Nanti bersama Kabag Pemerintahan dan Kesbangpol serta Pak Sekda, kita mengatur langkah, strategi atau cara penyelesaian yang bisa win-win solution," pungkas Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Cilacap ini.
(Sugeng Rahma)
Biro Cilacap