Sambar.id, Jakarta - Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) resmi melayangkan pengaduan tertulis kepada Dewan Pers Republik Indonesia atas sejumlah pemberitaan yang dinilai tidak akurat, tidak berimbang, dan berpotensi menyesatkan publik.
Dalam surat pengaduan resmi yang dikirim ke Dewan Pers, ARUN menilai tiga media daring Metro Kalbar, Suara Jurnalis, dan KliveTV Indonesia — telah memuat berita yang tidak sesuai fakta lapangan serta mencemarkan nama baik organisasi.
Tiga berita yang diadukan antara lain berjudul:
1. “Konflik Lahan di Marau: Advokasi yang Berujung Provokasi” (Metro Kalbar);
2. “Konflik Teluk Bayur: Dugaan Permainan Ormas, Provokasi, dan Kepentingan Tersembunyi” (Suara Jurnalis); dan
3. “Terungkap Modus ARUN di Balik Konflik Lahan Marau” (KliveTV Indonesia).
Menurut ARUN, pemberitaan tersebut mengandung unsur fitnah, penggiringan opini, dan tidak melalui proses verifikasi informasi sebagaimana diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
“Tidak ada satu pun dari redaksi media tersebut yang melakukan konfirmasi kepada pihak kami sebelum berita diterbitkan. Padahal kegiatan advokasi ARUN di Kalimantan Barat dilakukan berdasarkan surat kuasa resmi dari masyarakat,” ujar Yudi Rijali Muslim, S.H., M.H., Pengurus Dewan Pimpinan Pusat ARUN Bidang Hukum dan HAM, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.
ARUN menegaskan, tuduhan bahwa lembaganya memiliki “kepentingan tersembunyi” dan memiliki agenda terselubung serta menunggangi masyarakat adalah tidak benar dan menyesatkan publik.
Faktanya, kegiatan advokasi yang dilakukan ARUN di Desa Pelanjau Jaya dan Desa Sukakarya, Kecamatan Marau, dilakukan dengan surat kuasa sah dari masyarakat, artinya memiliki legal standing yang kuat.
Sementara itu, Saaqib Faiz Baarrffan, S.H., yang juga merupakan Tim Hukum ARUN, menilai bahwa langkah pelaporan ini penting untuk menegakkan prinsip-prinsip jurnalisme profesional.
“Kami tidak menolak kritik, tapi pemberitaan harus berdasarkan fakta dan data. Media punya tanggung jawab moral untuk melakukan klarifikasi sebelum menulis tuduhan yang bisa merusak reputasi orang atau lembaga,”ujar Saaqib Faiz Baarrffan.
ARUN dalam laporannya meminta Dewan Pers Republik Indonesia untuk:
Melakukan pemeriksaan dan klarifikasi etik terhadap redaksi media yang bersangkutan;
Menilai adanya pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ); dan
Mengeluarkan rekomendasi tindakan korektif, termasuk pemberian hak jawab, permintaan maaf terbuka, dan sanksi etik sesuai ketentuan Dewan Pers.
Langkah etik ini ditempuh berdasarkan sejumlah dasar hukum, antara lain:
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 15 ayat (2) mengenai fungsi Dewan Pers dalam menyelesaikan pengaduan masyarakat atas pemberitaan;
Peraturan Dewan Pers Nomor 4/Peraturan-DP/III/2008 tentang Kode Etik Jurnalistik;
Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/I/2012 tentang Pedoman Hak Jawab; serta
Piagam Palembang 2010 tentang Sistem Penegakan Etika Pers Nasional.
“Kami menghormati kebebasan pers, tetapi kebebasan itu tidak boleh disalahgunakan untuk menyerang kehormatan atau reputasi pihak lain,” tegas Yudi Rijali Muslim menambahkan.






.jpg)