Wakajati Kepri: Kekayaan Negara Harus Dikelola Transparan dan Berintegritas


Sambar.id, Bintan — Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) kembali menunjukkan komitmennya dalam memperkuat tata kelola keuangan negara. Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri, Irene Putrie, menjadi narasumber utama dalam kegiatan Sosialisasi Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) dari Sudut Pandang Hukum yang digelar oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, bertempat di Jasmine Meeting Room Awandari Resort & Convention, Kecamatan Toapaya, Kabupaten Bintan.


Dalam paparannya berjudul “Pengelolaan Keuangan Negara: Mitigasi Risiko dan Tata Kelola”, Irene menekankan pentingnya memahami dasar hukum pengelolaan keuangan negara sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


“Segala bentuk kekayaan negara, baik yang dipisahkan maupun tidak, tetap termasuk dalam ruang lingkup keuangan negara. Karena itu, pengelolaannya wajib dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kemakmuran rakyat,” tegas Irene di hadapan peserta.


Kekayaan Negara Tak Boleh Lepas dari Pengawasan


Wakajati Kepri juga mengutip sejumlah putusan penting Mahkamah Konstitusi, yakni Putusan No. 48/PUU-XI/2013 dan No. 62/PUU-XI/2013, yang menegaskan bahwa kekayaan negara yang telah dipisahkan untuk penyertaan modal di BUMN tetap berstatus sebagai uang negara. Karenanya, seluruh aktivitas BUMN wajib diawasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).


Lebih lanjut, Irene menyoroti risiko hukum dalam pengelolaan keuangan negara maupun korporasi, termasuk potensi tindak pidana korupsi akibat lemahnya sistem pengawasan internal. Ia menekankan bahwa akar dari korupsi sering kali lahir dari “willingness and opportunity to corrupt” — adanya niat dan kesempatan yang terbuka karena lemahnya kontrol dan rendahnya integritas individu.

Fraud Triangle dan Akuntabilitas Direksi


Mengutip teori Fraud Triangle, Irene menjelaskan bahwa korupsi terjadi ketika keinginan, kemampuan, dan peluang bertemu dalam satu titik. Untuk itu, ia mendorong seluruh lembaga pengelola keuangan negara memperkuat sistem pengendalian internal, meningkatkan pengawasan, serta membangun budaya antikorupsi sejak dini.


Irene juga mengingatkan, kerugian akibat pengelolaan modal oleh BUMN atau BUMD tetap tergolong sebagai kerugian negara.


“Saham negara pada badan hukum merupakan kekayaan negara. Karena itu, setiap tindakan direksi yang tidak memenuhi prinsip kehati-hatian dapat berimplikasi hukum, bahkan menjadi tanggung jawab pribadi,” jelasnya, mengutip Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas.


Bangun Keuangan Negara yang Bersih


Melalui kegiatan ini, Kejati Kepri berharap para pejabat pengelola keuangan negara dapat memahami aspek hukum, risiko, dan kewajiban pertanggungjawaban dalam setiap kebijakan.


“Tujuan akhirnya adalah membangun sistem keuangan negara yang bersih, transparan, dan berintegritas — pondasi utama menuju pemerintahan yang baik dan bebas dari korupsi,” tutup Irene Putrie.

Lebih baru Lebih lama