Pendidikan yang Terkoyak: Dari Ruang Kelas ke Ruang Hukum



Sambar.id, Makassar —Dunia pendidikan Kota Makassar kembali tercoreng oleh dugaan praktik pungutan liar (pungli) di tingkat sekolah dasar. Oknum Kepala Sekolah SD Inpres Bertingkat Bara-Baraya II, berinisial SS, diduga kuat melakukan pungli terhadap para guru, terutama saat pencairan dana sertifikasi.


Aroma penyimpangan ini bukan hal baru. Isu tersebut telah lama beredar di kalangan tenaga pendidik, namun ironisnya, aparat penegak hukum (APH) seolah tutup mata. Padahal, praktik semacam ini mencederai marwah pendidikan dan menyalahi amanat konstitusi.


Salah satu guru korban pungli yang enggan disebutkan namanya mengaku siap bersaksi jika kasus ini kembali dibuka.


“Kami siap diperiksa dan memberikan keterangan. Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Sudah terlalu lama kami diam,” ujarnya dengan nada getir.


Ia menegaskan, pembiaran terhadap pungli hanya akan melahirkan generasi guru yang apatis dan sistem pendidikan yang korup.


“Kepala sekolah harus diberi sanksi tegas. Dunia pendidikan jangan dijadikan ladang pemerasan,” tambahnya.


DPRD Makassar Bergerak


Ketua Komisi D DPRD Kota Makassar, Ari Ashari Ilham, menegaskan pihaknya akan memanggil Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah terkait untuk dimintai keterangan resmi.


“Kami tidak akan diam. Dalam waktu dekat, Dinas Pendidikan dan kepala sekolah yang bersangkutan akan kami panggil. Masalah seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut,” ujar Ari Ashari kepada awak media.


Langkah tegas DPRD ini mendapat apresiasi luas dari kalangan masyarakat, terutama Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulsel.


Melalui Humasnya, Zhoel SB, PJI menilai DPRD Makassar menunjukkan sikap wakil rakyat sejati yang berpihak kepada guru dan keadilan publik.


“Kami menyambut baik langkah DPRD. Ini bukti nyata bahwa masih ada wakil rakyat yang berani mendengar suara bawah,” kata Dzoel SB.


Zhoel SB: Pendidikan Amburadul, Masa Depan Negara Taruhannya


Dzoel SB menyoroti tajam kondisi birokrasi pendidikan yang dianggapnya sudah amburadul dan kehilangan arah moral. Ia mengingatkan bahwa rusaknya tata kelola pendidikan hari ini berarti keruntuhan masa depan bangsa esok hari.


“Kalau birokrasi di dunia pendidikan hari ini amburadul, lalu seperti apa nasib pendidikan kita ke depan? Bagaimana masa depan bangsa ini, jika sekolah — tempat mencetak generasi penerus — justru jadi ladang pungli?” ujarnya tegas.


Ia menegaskan, kasus yang terjadi di SD Inpres Bertingkat Bara-Baraya II hanyalah puncak gunung es dari banyak persoalan di lapangan.



“Jika di satu sekolah saja guru-gurunya dikuras oleh oknum tertentu, siapa bisa menjamin di tempat lain tidak terjadi hal yang sama? Ini bukan sekadar pelanggaran, tapi peringatan keras bagi bangsa,” tambahnya.

Dzoel menekankan, ada tiga pertanyaan moral yang kini menggantung:


1. Siapa yang akan bertanggung jawab atas kerusakan sistem pendidikan yang terjadi hari ini?

2. Siapa yang menjamin hal serupa tidak terjadi di tempat lain?

3. Dan siapa yang akan menanggung akibatnya di masa depan, ketika generasi muda tumbuh dengan contoh yang rusak?


“Jika tidak ada yang berani bertanggung jawab mulai hari ini, maka kelak sejarah yang akan menagihnya. Sebab setiap kebobrokan di dunia pendidikan adalah benih kehancuran sebuah bangsa,” tutup Zhoel SB dengan nada tajam.


Pungli = Korupsi: Dasar Hukumnya Jelas


Pungutan liar, sekecil apa pun bentuknya, termasuk tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Pasal 12 huruf e menegaskan: “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu... dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda Rp200 juta sampai Rp1 miliar.”


Selain itu, Perpres Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satgas Saber Pungli dan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah menegaskan bahwa setiap bentuk pungutan di sekolah harus bersifat sukarela, transparan, dan tidak mengikat.


Momentum Bersih-Bersih Dunia Pendidikan


Kasus ini menjadi ujian moral bagi Dinas Pendidikan dan aparat hukum Kota Makassar. Rakyat menunggu langkah nyata — bukan janji.


“Inilah momentum bersih-bersih dunia pendidikan. Jangan biarkan sekolah menjadi ruang gelap bagi korupsi kecil yang membusuk pelan-pelan,” tegas Zhoel SB menutup pernyataannya.


Jika tak segera ditindak, kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan pendidikan akan terkikis habis — menyisakan generasi muda yang tumbuh dalam sistem yang menormalisasi ketidakjujuran. (Tim PJI Sulsel)

Lebih baru Lebih lama