Sambar.id, Batam — Aktivitas penimbunan di kawasan Waduk Tembesi kembali memicu perhatian publik. Waduk yang menjadi sumber air minum masyarakat itu dilaporkan ditimbun oleh PT Kerabat Budi Mulia yang disebut tengah menyiapkan pembangunan restoran.
Penimbunan berlangsung di area yang merupakan kawasan lindung sumber daya air. Aktivitas tersebut dinilai menyalahi aturan karena dapat mengubah fungsi waduk dan memicu kerusakan lingkungan hidup.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 98 dan 99 menegaskan ancaman pidana 3–10 tahun penjara serta denda Rp 3–10 miliar bagi setiap pihak yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan. Ancaman pidana dapat meningkat jika dampaknya menyebabkan luka berat, kerusakan besar, atau menimbulkan korban jiwa.
Sanksi juga tercantum dalam UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Mengubah fungsi waduk, menutup aliran, menguasai area air tanpa izin, atau merusak struktur waduk dapat dipidana hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Selain pidana, pelanggaran tata ruang di kawasan waduk turut berpotensi dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin, pembongkaran paksa, denda administratif, hingga pengambilalihan lahan oleh negara.
Publik kemudian menyoroti peran BP Batam sebagai pemegang hak pengelolaan lahan. Di lapangan, aktivitas penimbunan dilaporkan tetap berlangsung tanpa adanya langkah penertiban yang terlihat.
Aparat kepolisian juga tak luput dari pertanyaan masyarakat. Warga mempertanyakan mengapa pekerjaan penimbunan di area sumber air minum itu belum dihentikan meski dugaan pelanggaran sudah disorot.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada penjelasan resmi dari BP Batam maupun kepolisian terkait dasar aktivitas PT Kerabat Budi Mulia di kawasan Waduk Tembesi serta langkah tindak lanjut yang akan dilakukan.(Gh)






.jpg)
