Syarifuddin Hafid Tegaskan Perlindungan Buruh Lokal Saat Konsultasi Raperda di Jakarta

WAKIL KETUA II DPRD SULAWESI TENGAH, H. Syarifuddin Hafid, SH pimpin rombongan Komisi IV DPRD Sulteng dalam kunjungan kerja ke Jakarta konsultasi terkait Raperda Ketenagakerjaan lokal/F-Tim Media Berani 


SAMBAR.ID, Jakarta - Wakil Ketua II DPRD Sulawesi Tengah, H. Syarifuddin Hafid, SH memimpin rombongan Komisi IV DPRD Sulteng dalam kunjungan kerja ke Jakarta untuk melakukan konsultasi terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan. 


Kunjungan ini menyasar dua kementerian sekaligus, yakni Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), pada Jumat (9/5/2025).


Di Kementerian Ketenagakerjaan, rombongan diterima oleh Subkoordinator Hubungan Antar Lembaga, Dicky Riswana, dan Abdul Azis Jabbar. Sedangkan di Kemendagri, mereka disambut oleh Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Otonomi Daerah, Dra. Imelda, MAP, bersama jajarannya.


Rombongan DPRD terdiri dari para anggota Komisi IV, yaitu Hidayat Pakamundi, SE; Hj. Zalzulmida A. Djanggola, SH, CN; Hj. Wiwik Jumatul Rofi’ah, S.Ag, MH; Dr. I Nyoman Slamet, M.Si, ST; Abdul Rahman, ST, IAI; Maryam Tamoreka; Sri Atun; serta tenaga ahli Dr. Asri Lasatu, SH, MH.


Dalam pertemuan di Kemnaker yang berlangsung di Ruang Rapat Barenbang, lantai 6 Gedung A, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, berbagai persoalan mendasar ketenagakerjaan di Sulteng mengemuka. 


Syarifuddin Hafid secara tegas menyoroti kondisi tenaga kerja di Kabupaten Morowali, khususnya di perusahaan GNI, di mana jumlah pekerja mencapai ratusan ribu namun masih menghadapi upah rendah, minimnya keselamatan kerja, serta fasilitas kesehatan yang hanya sekelas klinik.


“Bayangkan, dengan jumlah pekerja sebanyak itu, fasilitas kesehatan yang disediakan hanya berupa klinik. Sementara risiko kerja yang dihadapi sangat tinggi,” ujar Syarifuddin dengan nada prihatin.


Ia juga menyoroti dominasi tenaga kerja asing (TKA) yang melebihi jumlah tenaga kerja lokal, serta terbatasnya akses pengawasan oleh DPRD ke area perusahaan. Kondisi ini dianggap sangat merugikan tenaga kerja lokal dan perlu diatur tegas dalam Raperda yang sedang dibahas.


Mantan Kadis Transmigrasi Donggala, Hj. Zalzulmida A. Djanggola, mempertanyakan apakah Kemnaker memiliki program pelatihan khusus untuk menyiapkan tenaga pengawas fungsional di daerah. Sebab, menurutnya, ketersediaan tenaga pengawas sangat minim di level daerah.


Sementara itu, Hj. Wiwik Jumatul Rofi’ah dari Fraksi PKS menekankan pentingnya Raperda ini dalam menjamin kesejahteraan buruh. Ia juga menyarankan agar setiap perusahaan besar memiliki kantor perwakilan di daerah operasional, agar penyelesaian persoalan ketenagakerjaan tidak selalu harus ke kantor pusat di Jakarta. 




Selain itu, menurut Wiwik, Raperda perlu mengatur proporsi pekerja lokal dengan TKA secara tegas agar tidak terjadi ketimpangan.


Isu lain yang disampaikan anggota Komisi IV termasuk pertanyaan dari Dr. I Nyoman Slamet, Abdul Rahman, dan Maryam Tamoreka mengenai perlindungan buruh migran dan cakupan pengawasan dalam Raperda yang harus merujuk pada revisi UU Ketenagakerjaan yang terbaru.


Di Kemendagri, konsultasi berlangsung di lantai 14 Gedung H Jalan Veteran, Gambir, Jakarta. Fokus pembahasan lebih menekankan aspek legal formal Raperda, seperti dasar hukum, kewenangan daerah, hingga sinkronisasi dengan sedikitnya delapan Peraturan Gubernur yang relevan. 


Dra. Imelda menyarankan agar substansi Raperda memperjelas sanksi pidana dan administrasi, serta disusun dengan tata cara yang sesuai regulasi nasional.


Imelda juga menekankan bahwa kondisi ketenagakerjaan di Sulteng yang kompleks membutuhkan terobosan regulatif yang adaptif. Menurutnya, sejumlah Perda ketenagakerjaan di daerah lain belum mampu mengakomodasi realitas yang dihadapi para pekerja. 


Oleh karena itu, pihaknya akan mengkaji lebih lanjut substansi Raperda Sulteng agar menjadi produk hukum yang kuat dan implementatif.


Dengan dua pertemuan ini, DPRD Sulteng berharap Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan dapat lebih matang dan responsif terhadap persoalan nyata di lapangan, khususnya dalam melindungi hak-hak pekerja lokal serta memperkuat fungsi pengawasan pemerintah daerah. **

Lebih baru Lebih lama