SAMBAR.ID// JAKARTA 8 Juni 2025 – Kalau politik adalah panggung drama, maka Bahlil Lahadalia bukanlah pemeran utama yang datar dan mudah ditebak. Ia lebih mirip karakter kejutan: cerdas tapi santai, berani tapi tahu waktu, tajam tapi tetap bisa membuat orang tertawa.
Gaya otentik inilah yang menjadikan Bahlil kini menempati dua medan berat sekaligus: sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Ketua Umum Partai Golkar. Dua jabatan yang bagi banyak orang cukup membuat kepala berasap. Tapi Bahlil? Masih sempat bercanda, jogging, dan tetap fokus menyusun arah masa depan bangsa.
Bahlil bukan politisi hasil cetakan elite. Ia lahir dari jalanan aktivisme, dari gerakan mahasiswa, dari ruang-ruang debat kecil yang penuh idealisme. Ia tahu rasanya bicara keras demi keadilan, merasakan jatuh bangun sebagai pengusaha, hingga akhirnya berada di puncak pengambilan kebijakan negara.
Kini, sebagai Menteri ESDM, ia tak hanya berbicara soal angka dan investasi, tapi juga menyuarakan harga diri bangsa. Dalam banyak kesempatan, ia tegas kepada investor asing:
"Kalau mau ambil nikel kita, ya bangun pabrik di sini. Jangan cuma gali, angkut, lalu pergi."
Ucapannya sempat viral, karena tegas, tapi tetap lucu. Di balik tawa itu tersimpan pesan dalam: tentang kedaulatan, hilirisasi, dan mimpi Indonesia berdiri di atas kaki sendiri.
Kedekatannya dengan Presiden Terpilih Prabowo Subianto bukan sekadar loyalitas politik, tapi karena kesamaan keberanian. Prabowo dikenal lugas. Bahlil pun demikian, hanya saja dengan pendekatan lebih cair—kadang disisipkan humor sebelum menyentil tajam persoalan.
Bahlil tahu, pemimpin sejati bukan tukang jilat, tapi tukang jawab. Dan Bahlil, sejauh ini, selalu siap menjawab. Baik dengan kebijakan, maupun argumentasi.
Maka tak heran bila Prabowo mempercayakan pos strategis padanya. Energi adalah jantung masa depan, dan Kementerian ESDM bukan tempat untuk orang setengah hati. Harus punya nyali, visi, dan tahu bagaimana mewujudkannya.
Ketika Bahlil ditunjuk sebagai Ketua Umum Partai Golkar, sebagian publik sempat tersenyum geli:
“Wah, Golkar sekarang bisa joget juga.”
Namun ternyata, bukan hanya soal gaya. Bahlil datang membawa bukan sekadar warna baru, tapi juga arah baru. Ia membuka ruang bagi anak muda, pengusaha muda, aktivis kampus, dan kelompok non-tradisional lainnya. Ia paham, partai yang tak berubah akan ditinggalkan zaman.
Meski sering tampil santai, Bahlil dikenal sangat terstruktur dalam berpikir. Ia paham betul tentang sistem kaderisasi, peta politik, dinamika elite, dan logika elektoral. Ia bisa bicara santai dengan rakyat kecil, namun juga fasih dalam forum internasional saat membahas geopolitik energi.
Salah satu daya tarik Bahlil adalah gaya komunikasinya yang membumi. Ia tidak menciptakan jarak. Banyak pejabat dan ketum partai bicara seperti membaca buku manual. Tapi Bahlil? Ia bisa menjawab pertanyaan wartawan sambil tertawa, bercerita soal energi sambil menyelipkan kisah masa kecil jualan kue, atau menyebut:
“Teman saya di Papua bilang…”
Dengan gaya ini, Bahlil menjadi jembatan—antara elite dan rakyat, antara pemerintah dan pengusaha, antara pusat dan daerah. Kekuasaan yang dibawanya bukan untuk ditakuti, tapi untuk disentuh.
Banyak yang menyangka bahwa menjadi menteri sekaligus ketua umum partai berarti kehilangan waktu pribadi. Tapi justru sebaliknya, Bahlil terlihat makin bertenaga. Ia masih sempat olahraga, masih sempat bercanda, tapi tetap produktif.
Itu mungkin prinsip tak tertulis dari Bahlil Lahadalia. Dan dengan gaya itulah, ia membuktikan: kekuasaan bukan tentang wibawa semu, tapi tentang kedekatan dan keberanian untuk memutuskan yang benar.