Advokat Donny Andretti dari Subur Jaya Lawfirm Bersama FERADI WPI Kawal Kasus Umar Hingga Tahap Kasasi


SAMBAR.ID// JAKARTA 26 Agustus 2025 — Upaya hukum terus dilakukan keluarga M. Umar (50), warga Lampung Timur yang terjerat kasus narkotika. Melalui kuasa hukumnya, Advokat Donny Andretti, S.H., S.Kom., M.Kom., CMD., C.PFW., C.MDF., dari Kantor Hukum Subur Jaya & Rekan yang bernaung di bawah organisai FERADI WPI, M.Umar resmi mengajukan permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia pada Selasa (26/8/2025).


Latar Belakang Perkara

Kasus yang menjerat M. Umar bermula dari proses hukum di Pengadilan Negeri Sukadana. Pada 8 Juli 2025, majelis hakim menjatuhkan vonis sembilan tahun subsider enam bulan penjara serta denda dua miliar rupiah dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.


Tidak menerima putusan tersebut, Umar mengajukan banding. Namun, pada 20 Agustus 2025, Pengadilan Tinggi Tanjungkarang menguatkan vonis Pengadilan Negeri Sukadana tanpa memberikan tambahan pertimbangan hukum. Putusan ini kemudian mendorong kuasa hukum untuk menempuh Kasasi ke Mahkamah Agung sebagai upaya memperjuangkan keadilan bagi kliennya.


Sebelumnya, pada 13 Agustus 2025, istri Umar, Siti Khotijah (42), telah melaporkan dugaan kriminalisasi, pemerasan, dan dugaan praktik suap yang diduga dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum. Laporan itu disampaikan ke Kejaksaan Agung, Jaksa Agung Muda Pengawasan dan Jaksa Agung Muda Intelijen, Komisi Kejaksaan, Divisi Propam Kepolisian RI, serta Kejaksaan Tinggi Lampung. Kuasa hukum menilai terdapat banyak kejanggalan dalam penetapan tersangka terhadap Umar, termasuk dugaan pembobolan rekening M.Umar hingga Rp79 juta dan dugaan penerimaan suap.


Alasan Pengajuan Kasasi Dalam Perkara Pidana

No.  272/PID.SUS/2025/PT. TJK Jo 

No. 54/Pid.Sus/2025/PN. Sdn

Dalam memori kasasi yang disampaikan, Kuasa hukum M. Umar menguraikan sejumlah keberatan utama, antara lain:

1. Kesalahan Penerapan Hukum - Putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang dinilai hanya formalistik tanpa menggali rasa keadilan. Pemidanaan seharusnya tidak sekadar bersifat pembalasan, tetapi juga mempertimbangkan aspek rehabilitatif.

2. Disparitas Pemidanaan - Hukuman sembilan tahun enam bulan dianggap terlalu berat jika dibandingkan dengan perkara serupa di beberapa pengadilan lain, seperti Pengadilan Negeri Surabaya yang menjatuhkan lima tahun enam bulan, Pengadilan Negeri Stabat lima tahun, Pengadilan Negeri Maumere empat tahun, dan Pengadilan Negeri Makassar tiga tahun.

3. Alat Bukti Lemah - Penangkapan M. Umar tidak disertai barang bukti berupa narkotika, uang hasil transaksi, maupun telepon genggam sebagaimana tercantum dalam dakwaan. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, syarat minimal dua alat bukti sah tidak terpenuhi.

4. Peran Terdakwa Tidak Dipertimbangkan - M. Umar hanyalah salah satu dari tiga terdakwa, bersama A. J. dan P. Namun, majelis hakim tidak membedakan bobot peran masing-masing terdakwa dan menjatuhkan vonis yang setara.


Harapan kepada Mahkamah Agung

Dalam keterangannya, Advokat Donny Andretti menegaskan bahwa kasasi ini merupakan upaya terakhir bagi kliennya untuk mencari keadilan.


“Pemohon kasasi berharap Majelis Hakim Agung mempertimbangkan memori kasasi kami, membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang, dan menjatuhkan hukuman yang lebih ringan daripada putusan Pengadilan Negeri Sukadana. Harapan kami, putusan nantinya lebih manusiawi serta tidak menghancurkan masa depan klien kami,” ujar Donny.


Lebih lanjut, kuasa hukum menambahkan bahwa M. Umar menyadari kesalahannya, namun tetap berhak mendapatkan pemidanaan yang proporsional.


“Satu-satunya harapan klien kami kini ada di Mahkamah Agung. Kami memohon agar hukuman tidak sekadar bersifat membalas, tetapi juga memberi kesempatan memperbaiki diri,” pungkasnya.


Dengan diajukannya Kasasi ini, pihak keluarga dan kuasa hukum berharap Mahkamah Agung dapat menghadirkan putusan yang lebih adil, sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia.


Catatan Redaksi: Sebagai media yang netral kami membuka ruang hak jawab bagi semua pihak yang berkepentingan dengan pemberitaan ini sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.


Penulis : Nabilla

Lebih baru Lebih lama