Sambar.id; Palembang, 9 September 2025 — Skandal megaproyek Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan kembali memasuki babak baru. Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan resmi memindahkan PB, mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan RI periode Mei 2016–Juli 2017, dari Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung di Jakarta ke Rutan Klas I Palembang.
Pemindahan tersebut dilakukan demi mempercepat proses hukum dugaan korupsi pembangunan prasarana LRT senilai triliunan rupiah pada Tahun Anggaran 2016–2020. PB sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Penetapan Nomor TAP-21/L.6.5/Fd.1/10/2024.
“Langkah ini penting untuk memberikan kepastian hukum dan memperlancar proses penyerahan tersangka serta barang bukti ke Penuntut Umum Kejari Palembang, sebelum segera disidangkan di Pengadilan Tipikor Palembang,” ujar Vanny Yulia Eka Sari, SH, MH, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel.
Sudah Pernah Divonis 7,5 Tahun
PB bukan nama baru di meja hijau. Sebelumnya, ia telah divonis 7 tahun 6 bulan penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp2,6 miliar oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dalam perkara korupsi pembangunan Jalur Kereta Api Besitang–Langsa (2015–2023).
Kini, PB kembali berhadapan dengan hukum atas perkara berbeda: LRT Sumsel.
Jejak Para Terpidana
Sejumlah nama besar telah lebih dulu diproses hukum dalam kasus yang sama, di antaranya:
Tukijo, Kepala Divisi II PT Waskita Karya (Persero) Tbk → divonis 6 Mei 2025.
Ignatius Joko Herwanto, Kepala Divisi Gedung II PT Waskita Karya (Persero) Tbk → divonis 6 Mei 2025.
Septiawan Andri Purwanto, Kepala Divisi Gedung III PT Waskita Karya (Persero) Tbk → divonis 6 Mei 2025.
Bambang Hariadi Wikanta, Direktur Utama PT Perentjana Djaja → divonis 6 Mei 2025, kini kasasi.
Modus Operasi: Vendor Bayangan
Kejati Sumsel mengungkap, PB diduga menggunakan posisinya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran untuk mengatur proyek perencanaan LRT. Ia meminta PT Waskita Karya menunjuk PT Perentjana Djaja sebagai vendor. Namun, pekerjaan teknis tidak pernah dilakukan, sementara PB justru diduga menerima aliran dana dari sejumlah terpidana Waskita Karya.
Skandal ini menambah daftar panjang noda dalam proyek infrastruktur perkeretaapian nasional. Publik kini menanti apakah Pengadilan Tipikor Palembang akan memberi vonis setimpal atas peran PB dalam proyek LRT yang seharusnya menjadi kebanggaan Sumatera Selatan. (Amel)