VOC Ganti Kostum Desa Jadi Kurir? APDESI Soroti SKB Lima Menteri Soal Koperasi Merah Putih!

Sambar.id, Sinjai, Sulsel - Desa Terlihat Terjebak Proyek Pusat, Kepala Desa Hanya Tanda Tangan, Sejarah monopoli berbalut jargon modern diduga muncul kembali.


Desa terlihat berperan sebagai pelaksana, BUMN sebagai pengendali. Sejarah bakal yang Berulang?

Baca Juga: Wartawan Sambar id Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah Terdakwa Suami Artis Sandra Dewi

Empat abad lalu, VOC datang ke Nusantara membawa janji dagang dan kesejahteraan. dagang hanyalah dalih, kuasa menjadi tujuan utama. 


VOC bukan sekadar perusahaan, melainkan negara bayangan: memungut pajak, menegakkan hukum sendiri, memonopoli perdagangan, dan mengerahkan tentara.

Baca Juga: APDESI Soroti SKB Lima Menteri!, Desa Jadi Kurir, Khawatir Negara Dikuasai Pengusaha?

Desa dan rakyat lokal kala itu dijadikan alat untuk kepentingan tertentu. Kini, sejarah itu terlihat muncul kembali — dengan kostum modern. 


PT Agrinas Pangan Nusantara (Persero), pelat merah di bawah BPIDAN, mendapat mandat melalui SKB Lima Menteri untuk mengelola Koperasi Merah Putih. 

Baca Juga: Breaking News: Ahli Waris Ancam Duduki Bandara Sam Ratulangi Manado, Lapor Presiden Prabowo: “Hak Kami Diabaikan Negara!”

SKB ini menegaskan BUMN memiliki peran sentral dalam pengelolaan koperasi, sekaligus menjadi penghubung antara pemerintah pusat dan desa.


Dalam praktiknya, desa tampak menyiapkan lahan dan menandatangani kontrak, sementara nilai proyek, mekanisme, maupun identitas pelaksana tidak selalu diketahui secara luas. Nama dan jargon boleh berganti, tetapi pola dominasi terlihat berulang.


Desa Hanya Pelaksana: Tanda Tangan, Tanpa Kuasa?


Kepala desa tampak menjadi tanda tangan, bukan pengambil keputusan. Dana desa yang seharusnya memperkuat kemandirian rakyat terlihat diarahkan ke proyek besar pusat.

Baca Juga: Pemprov Jabar Tindaklanjuti Pemberitaan Sambar.id, Disnakertrans Sukabumi Bergerak Cepat

SKB Lima Menteri menempatkan BUMN sebagai pengendali utama, sehingga desa berpotensi kehilangan ruang prakarsa.


“Desa terlihat seperti kurir. Kepala desa diminta menyiapkan lahan dan menandatangani dokumen. Otonomi desa sepertinya masih menjadi slogan.” — Andi Azis Soi, Ketua APDESI Sinjai


Monopoli Modern: Sejarah Berulang?


Dulu: VOC memonopoli perdagangan, pajak, hukum, dan tentara. Sekarang: BUMN mengelola Koperasi Merah Putih melalui SKB Lima Menteri. Desa terlihat kembali menjadi pelaksana proyek, bukan subjek pembangunan.

Baca Juga: PMT Sinjai Disorot: Makanan Basi untuk Anak, Amanat Prabowo Diabaikan?

“Kalau semua diserahkan ke perusahaan, desa berpotensi hanya menjadi pelaksana. Itu bisa disebut subordinasi.” — Pengamat kebijakan publik


Hukum & Konstitusi Diduga Terancam


Penunjukan satu BUMN sebagai pelaksana tunggal melalui SKB Lima Menteri, jika tidak disertai mekanisme transparan, berpotensi menimbulkan pertanyaan hukum:

  • Pasal 33 UUD 1945: Ekonomi seharusnya atas asas kekeluargaan, bukan monopoli.
  • UU Desa No. 6/2014: Menjamin prakarsa lokal, bukan sekadar perintah pusat.
  • UU No. 5/1999: Melarang monopoli dan praktik usaha tidak sehat.
  • Perpres No. 16/2018: Menegaskan transparansi dan akuntabilitas publik.


Amanat Presiden Bisa Dibaca Berbeda


Presiden Prabowo Subianto menegaskan:

“Negara harus melindungi rakyat kecil — petani, nelayan, kepala desa. Kita tidak boleh jadi pelayan oligarki.”

Baca Juga: Kado HUT RI ke-80 : Aktivis Nasional Bongkar Dugaan Skandal Politik Suap 95 Senator DPD RI, Beriku Nama

Namun, SKB Lima Menteri yang menempatkan BUMN sebagai pengendali utama membuat desa terlihat berpotensi terjebak ketergantungan baru — berseragam BUMN, berwajah birokrasi, berjiwa korporasi. Amanat Presiden diduga dapat dibaca menjadi proyek, bukan sepenuhnya pengabdian rakyat.


APDESI: Mendukung, Tapi Waspada Pemusatan


APDESI Sinjai menyatakan dukungan terhadap visi Presiden membangun dari desa, sekaligus menekankan perlunya mengawasi pemusatan kekuasaan agar hak musyawarah desa tetap terjaga.


“Kalau semua dikontrol PT Agrinas melalui SKB Lima Menteri, untuk siapa otonomi desa ini dibuat?” — Andi Azis Soi

Baca Juga: Halangi Wartawan Saat Jalankan Tugas Adalah Perbuatan Melanggar Hukum, Dr. Herman: Kalau Bersih, Mengapa Risih?

Desa idealnya menjadi subjek pembangunan, bukan sekadar pelaksana tanda tangan. BUMN diharapkan melayani rakyat, bukan menjadi penguasa.


Pusat sebaiknya tidak dominan; hak desa menentukan arah pembangunan harus dijaga. Dana desa seharusnya memperkuat rakyat, bukan hanya untuk proyek kontraktor.


Negeri Bukan Ladang Proyek?


Sejarah monopoli mungkin berbalut kostum modern, tapi hak desa tetap harus dijaga. Desa bukan alat proyek, BUMN bukan penguasa mutlak, dan rakyat harus tetap menjadi pusat pembangunan.


“Negeri ini bukan ladang proyek, tapi rumah bersama. Kembalikan suara desa, pastikan pembangunan benar-benar untuk rakyat!” (sb)

Lebih baru Lebih lama