Sambar.id Pangkalpinang – Aksi solidaritas ratusan dokter, perawat, bidan, dan apoteker di depan Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang pada Kamis, 4 Desember 2025, diwarnai insiden tidak etis. dr. Arif Firmansyah, seorang dokter spesialis anestesi (anestesi), diduga bertingkah arogan dengan menghalang-halangi awak media yang tengah mewawancarai perwakilan Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Aksi yang bertajuk "Aksi 100 Dokter" ini digelar sebagai bentuk dukungan kepada rekan sejawat mereka, Dr. Ratna Setia Asih, Sp.A, yang akan menjalani sidang perdana terkait kasus dugaan malpraktik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Depati Hamzah Pangkalpinang dengan korban pasien berinisial Aldo (9).
Dr. Arif Firmansyah, yang dikabarkan merupakan salah satu pengurus inti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bangka Belitung, tiba-tiba mengacaukan proses wawancara yang dilakukan awak media dengan perwakilan IDAI Pusat.
IDAI hadir secara khusus di Bangka Belitung untuk memberikan dukungan dan direncanakan menjadi saksi ahli dalam kasus yang menyeret Dr. Ratna.
Tindakan dr. Arif ini dinilai tidak mencerminkan etika seorang profesional medis. Saksi mata di lokasi menyebutkan dr. Arif bertingkah layaknya "dokter preman" yang berusaha mencegah informasi dan pernyataan dari IDAI Pusat tersampaikan kepada publik. Insiden adu mulut dan ketegangan sempat terjadi antara awak media dan dr. Arif.
Pihak keamanan di lokasi akhirnya harus turun tangan untuk menenangkan suasana dan mencegah keributan lebih lanjut di depan kompleks Pengadilan Negeri Kota Pangkalpinang.
Kasus dugaan malpraktik yang menimpa Dr. Ratna muncul ke publik setelah sempat ramai dibicarakan melalui postingan di media sosial TikTok Anak Muda Opas. Postingan tersebut dibuat oleh individu, yang dikabarkan adalah Trie Luis Putri dan juga melibatkan dokter jantung bernama Surya.
Penyebaran informasi di media sosial ini sempat viral dan memunculkan dugaan malpraktik di RSUD Depati Hamzah. Namun, kasus penyebaran informasi hoax terhadap rumah sakit umum tersebut telah diproses secara hukum, dan dua terdakwa bahkan telah ditetapkan bersalah oleh Pengadilan Negeri Pangkalpinang.
Munculnya insiden arogansi oleh dr. Arif, di tengah upaya rekan-rekan sejawat menyuarakan keadilan bagi Dr. Ratna, menimbulkan pertanyaan besar mengenai kepentingan dan motif oknum dokter anestesi tersebut, terutama mengingat statusnya sebagai pengurus IDI Babel.
Aksi yang seharusnya menjadi wadah perjuangan profesional kesehatan untuk perlindungan hukum, justru tercoreng oleh sikap tidak terpuji salah satu pengurus yang mencoba menghalangi kerja pers dan transparansi informasi.








.jpg)
