SAMBAR.ID, Morowali, Sulteng - Pasca Penahanan lima warga Desa Labota, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, atas dugaan pencurian besi rongsokan di kawasan industri pada Minggu (28/12/2025), memicu gelombang protes publik. Kasus ini mencuatkan dugaan kekerasan fisik hingga upaya pembungkaman terhadap pers.
Kronologi dan Dugaan Kekerasan
Lima warga yang ditahan adalah Rico Agustino, Rival, M. Sahrul, Mukrim, dan M. Geno. Mereka diamankan oleh petugas pengamanan kawasan (MSS) di lorong kampus Desa Labota.
Menurut pihak keluarga, material yang diambil merupakan limbah besi sisa industri yang diklaim diperoleh dari pekerja di dalam kawasan.
Namun, penahanan ini menyisakan luka. Keluarga melaporkan adanya kesulitan akses informasi dan mencuat dugaan penganiayaan terhadap salah satu warga saat berada di pos pengamanan.
Upaya Pembungkaman Pers
Kasus ini semakin panas setelah munculnya upaya intervensi terhadap kerja jurnalistik. Redaksi menerima pesan dari oknum yang mengaku mantan wartawan, meminta berita terkait penahanan tersebut dihapus (take down) dengan iming-iming bantuan pembebasan warga.
"Take down beritanya, saya bantu ponakan ta biar dilepas," tulis oknum tersebut dalam pesan singkat.
Tindakan ini dinilai melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, di mana menghalangi kerja jurnalistik dapat diancam pidana penjara dua tahun atau denda Rp500 juta.
Sentilan Keras Susno Duadji
Ketimpangan hukum di Morowali ini turut mendapat sorotan dari mantan Kabareskrim Polri, Komjen (Purn) Susno Duadji.
Melalui akun media sosialnya, Susno mengkritik tajam PT IMIP yang dianggap kebal hukum meski didera isu pelanggaran besar.
"PT IMIP banyak sekali masalah. Bandara ilegal, selundupkan nikel, dan lain-lain," tegas Susno (27/11/2025).
Kritik ini mempertegas kontras penegakan hukum: warga kecil diproses cepat untuk urusan besi rongsok, sementara dugaan skandal besar di kawasan strategis nasional tersebut seolah tak tersentuh.
Negara Absen di Kawasan Industri?
Praktisi hukum menilai fenomena ini sebagai bentuk "negara dalam negara", di mana otoritas keamanan kawasan seolah melampaui fungsi pengamanan biasa tanpa transparansi. Jika dugaan penyiksaan benar terjadi, hal ini melanggar Pasal 33 UU HAM.
Hingga saat ini, pihak pengelola kawasan IMIP maupun aparat keamanan setempat belum memberikan keterangan resmi terkait status hukum warga maupun dugaan kekerasan yang terjadi.
Redaksi SAMBAR.ID terus berupaya meminta klarifikasi dari pihak terkait untuk memberikan ruang hak jawab secara adil.***








