Negara Wajib Jaga Simbol!, Dzoel SB: Jangan Buta, Tuli, dan Bisu Dibalik Jeritan Rakyat Bawah?

Dzoel sb, Anak Kampung (doc.foto)
Sambar.id, Jakarta - Ketika negara memburu simbol bajak laut dan menganggapnya ancaman serius menjelang HUT ke-80 RI, suara rakyat dari pelosok negeri justru tak mendapat ruang. 


Aktivis dan jurnalis warga, Dzoel SB, menyentil keras sikap negara yang lebih cepat menindak atribut visual ketimbang menjawab jeritan rakyat miskin dan marjinal.

Baca Juga: Tajam Amanat Prabowo!, Tumpul di Sinjai?

“Saya mendukung penindakan simbol yang melanggar, tapi negara juga harus cerdas dan bijak. Jangan asal cap sebagai pengkhianat. Kita ini bangsa besar, bukan negara yang mudah tersulut simbol,” tegas Dzoel SB, Sabtu (2/8/2025).


Simbol Jolly Roger dari serial One Piece kini dianggap mengganggu kesakralan lambang negara. Namun bagi Dzoel, masalah Indonesia bukanlah soal kartun, tapi tentang ketidakadilan yang dibiarkan hidup, sementara simbol dijadikan alat tunggal ukuran nasionalisme.


Amanat Presiden Kesan Terabaikan, Elit Daerah Membisu

Cuplikan Video Pidato Presiden RI, 02 Juli 2025

Pada Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2025, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan amanat tegas: "Hukum harus bersih dari korupsi dan berpihak kepada rakyat kecil. Negara tidak boleh kalah oleh mafia."


Namun di banyak daerah, amanat ini tak dijalankan. Di Kabupaten Sinjai, warga bersama mahasiswa dan aktivis menolak tambang emas PT Trinusa Resources yang dianggap mengancam ruang hidup. 


Tapi Bupati dan Ketua DPRD di Sinjai membisu, seolah keadilan bisa ditunda selama simbol tetap berdiri tegak.


“Ini bukan sekadar pengabaian, tapi pengkhianatan terhadap rakyat dan Presiden,” ujar Dzoel.


Makassar dan Sekadau adalah kesan Wajah Pilih Kasih 


Di Makassar, skandal pengadaan seragam gratis Pemkot justru menyisakan ironi: UMKM lokal dikesampingkan, proyek besar mengalir ke segelintir pemain. Laskar Merah Putih Sulsel dan beberapa anggota DPRD mengecam keras dugaan manipulasi dan penyimpangan.

Baca Juga: Amanat Presiden Dibajak Elit Kota Daeng?, LMP Tak Diam!

“Sementara rakyat mempertanyakan keadilan, negara justru fokus pada anak muda yang kibarkan bendera kartun. Ini penghinaan terhadap akal sehat,” ucap Dzoel.


Di Sekadau, Kalimantan Barat, petani keramba kehilangan sumber hidup akibat limbah tambang emas ilegal. Sungai rusak, ikan mati, rakyat merintih. Tapi negara tetap diam.

Baca Juga: Tajam Amanat Presiden?, Petani Sekadau Menjawab: Lindungi Kami dari Tambang Ilegal!

“Negara cepat menindak simbol, tapi lambat membela yang Bapak. Ini bukan negara kuat, tapi negara yang salah menempatkan prioritas,” kata Dzoel lagi.


Simbol Diagungkan, Nilai Pancasila Terabaikan


Presiden telah menyerukan revitalisasi nilai Pancasila melalui pendidikan, birokrasi, ekonomi, dan ruang digital:

  • Pendidikan harus membentuk karakter.
  • Birokrasi harus bersih dan adil.
  • Ekonomi harus membela rakyat kecil.
  • Ruang digital harus menjunjung etika.

Namun dalam praktiknya, substansi Pancasila dikalahkan oleh simbolisme semu. Bendera Merah Putih dijaga, tapi rakyat dibiarkan tanpa perlindungan.


Dari Kampung untuk Republik


Dzoel SB adalah seorang terlahir orang tua berprofesi petani buta huruf dari pegunungan Sinjai, Sulawesi Selatan. Ia telah melintasi sejumlah provinsi, sampai Jakarta, mengangkat suara petani, nelayan, dan buruh—rakyat yang tak pernah dijaga simbol, tapi menanggung beban negara. Ia dikenal karena menyuarakan

  1. Aliran dana pinjaman dari Bank BPD Sulselbar dan PEN Pemkab Sinjai, dengan ancaman pembunuhan yang diterimanya.
  2. Pinjaman kue dan nasi rujab Bupati Sinjai.
  3. Kasus PT Timah Babel bersama Musda Amsori.
  4. Bandara Sam Ratulangi bersama Artur Mumu.
  5. Skandal tambang emas PT Trinusa di Sinjai.
  6. Kasus dugaan Korupsi Pensiunan PDAM Makassar.
  7. Laporan Anggota Polri dan Bhayangkari Mandek 2 Tahun di Mapolres Takalar
  8. Dugaan korupsi pengadaan seragam di Makassar.
  9. Pencemaran lingkungan akibat tambang ilegal di Sekadau, Kalbar.
  10. Dugan Tambang ilegal di Sinjai.
  11. Ancaman dari mafia sumber daya alam.
  12. Dugaan korupsi perizinan 2 bangunan tower,
  13. Polemik Pinjaman daerah dari Bank Sulselbar dan PEN  Pemda Sinjai, Sulsel.
  14. Laporan KATIK Sinjai, GERMAB, dan Suara Indonesia ke KPK (tanggal 10 Juni 2021):

  • Dugaan penyimpangan dana penanganan COVID-19.
  • Dugaan korupsi pembangunan infrastruktur.
  • Dugaan penerimaan gratifikasi dari mantan Direktur PDAM Sinjai.
  • Ancaman dari mafia sumber daya alam.

“Jika kita diam, maka penderitaan rakyat akan dianggap tak pernah ada, dan Kami sudah bersuara, Bapak Presiden. Sekarang giliran Bapak. Apakah suara kami sudah sampai ke Bapak Presiden?” jawab Dzoel.


Refleksi Kemerdekaan: Jika Keadilan Mati, Simbol Tak Menyelamatkan


Kritik Dzoel SB bukan soal meremehkan simbol negara. Ia menolak ketika simbol diagungkan tapi keadilan diabaikan.


“Kalau negara bisa cepat memburu bendera kartun, maka ia harus lebih cepat lagi membela rakyat yang dihimpit tambang, limbah, dan korupsi. Kalau tidak, simbol hanyalah dagangan politik kosong,” tutup Dzoel.


Hormati Simbol, Tegakkan Konstitusi

pengacara internasional Erles Rareral, S.H., M.H. (doc.foto)

Di sisi lain, pengacara internasional Erles Rareral, S.H., M.H. mendukung penuh langkah tegas negara menertibkan simbol bajak laut menjelang HUT RI ke-80. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut sah menurut:

  • UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Pasal 24 huruf c dan Pasal 66, soal penghormatan lambang negara.

“Tangkap oknum yang coba-coba mengibarkan simbol selain Merah Putih. Jangan beri ruang bagi simbol menyesatkan,” ujar Erles.

Baca Juga: Megapolitan Erles Rareral Dukung Tegas Pemerintah: Tangkap Penyebar Bendera Bajak Laut, Jaga Martabat Merah Putih

Namun ia juga mewanti-wanti generasi muda agar tidak terjebak euforia simbol tanpa memahami makna perjuangan:


“Ini bukan soal One Piece. Ini soal harga diri bangsa. Merah Putih harus di atas segalanya.” ujarnya


Simbol Harus Dihormati, Keadilan Harus Ditegakkan


Perayaan kemerdekaan tidak boleh hanya menjadi seremoni simbolik. 


Jika negara hanya galak pada simbol, tapi gagal menegakkan keadilan, maka nasionalisme akan kosong makna.


"Simbol memang penting. Tapi tanpa keadilan, Merah Putih hanyalah selembar kain—bukan jiwa bangsa," kembali Dzoel Menegaskan.

Lebih baru Lebih lama