Data yang dihimpun redaksi menunjukkan adanya kejanggalan dalam belanja alat/bahan kegiatan kantor – khususnya bahan cetak tahun anggaran 2024 yang menelan biaya hingga Rp1,7 miliar lebih.
Anggaran jumbo ini tersebar dalam 74 paket kegiatan, seluruhnya menggunakan skema pengadaan langsung. Rinciannya antara lain pembelian cover lux, isi fotokopi, karton logo kabupaten, hingga kertas ukuran A4/F4/Kwarto.
Dugaan Mark Up dan Spliting Anggaran
Praktik pemecahan paket (spliting) yang dilakukan secara masif dengan nilai ratusan juta per paket patut dicurigai sebagai modus menghindari mekanisme tender terbuka. Padahal, sesuai Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, metode pengadaan langsung hanya diperbolehkan untuk nilai paket tertentu, bukan untuk dipecah-pecah agar tetap di bawah batas tender.
Tak hanya itu, nilai pengadaan bahan cetak yang menembus miliaran rupiah jelas tidak masuk akal untuk kebutuhan administratif lima bidang di BPKAD. Praktik ini diduga kuat sarat dengan mark up harga dan potensi belanja fiktif, sebuah pola klasik korupsi anggaran.
Indikasi Kongkalikong dengan Rekanan
Sumber internal di lingkungan Pemkab Rohil menyebut adanya indikasi keterlibatan pihak rekanan tertentu yang sudah “diset” sejak awal. Skema pengadaan langsung memungkinkan penunjukan rekanan tanpa persaingan terbuka, sehingga rawan terjadi praktik kongkalikong, gratifikasi, dan pembagian fee proyek.
“Kalau dicermati, pola seperti ini selalu berulang. Pemenang paket sudah diatur, harga barang dinaikkan berlipat, dan laporan pertanggungjawaban dibuat seolah-olah sesuai prosedur. Padahal realisasinya sering fiktif,” ungkap seorang aktivis antikorupsi Riau.
Dasar Hukum yang Berpotensi Dilanggar
Dugaan praktik korupsi ini dapat dijerat dengan beberapa regulasi, di antaranya:
1. UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 dan Pasal 3, mengenai penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.
2. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 3 ayat (1), yang mengamanatkan asas efisiensi, ekonomis, dan transparansi dalam pengelolaan APBD.
3. Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang melarang pemecahan paket untuk menghindari tender.
4. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN, yang menekankan asas akuntabilitas dan keterbukaan.
Desakan Publik
Masyarakat sipil dan lembaga antikorupsi mendesak Kejaksaan Tinggi Riau, Kejaksaan Negeri Rohil, hingga KPK untuk segera turun tangan. Anggaran belanja cetak yang tidak masuk akal ini dinilai sebagai bukti nyata pemborosan, manipulasi, hingga indikasi korupsi berjamaah.
“Uang Rp1,7 miliar itu seharusnya bisa dipakai untuk pelayanan publik atau infrastruktur, bukan dihamburkan untuk kertas dan cover. Ini penghinaan bagi rakyat,” tegas salah satu tokoh masyarakat Rohil.
Kasus ini kini menjadi sorotan, dan publik menunggu apakah aparat penegak hukum berani mengungkap skandal yang diduga melibatkan pejabat di BPKAD beserta jaringan rekanannya.
Laporan: Legiman
Sumber: Masyarakat