Dugaan Korupsi Anggaran BPKAD Rokan Hilir 2024 (Part 2)

Sambar.id, Rokan Hilir – Dugaan praktik korupsi di tubuh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Rokan Hilir, Riau kian terbuka lebar. 


Setelah sebelumnya sorotan publik tertuju pada belanja cetakan, kali ini data menunjukkan kejanggalan dalam pos belanja alat/bahan kegiatan kantor berupa kertas dan cover tahun anggaran 2024, dengan nilai fantastis mencapai Rp653.710.848.


Belanja ini tercatat tersebar ke dalam 76 paket pengadaan langsung, dengan rincian pembelian kertas HVS, cover, hingga perlengkapan cetak lainnya. Jika dirata-ratakan, untuk 4 bidang dan 1 sekretariat di BPKAD, masing-masing memperoleh alokasi sekitar Rp130 juta hanya untuk kertas.


Indikasi Pemborosan dan Belanja Fiktif


Dengan asumsi harga pasar kertas HVS di Kota Bagansiapiapi dan sekitarnya sekitar Rp100.000 per rim, maka setiap bidang menerima jatah setara 1.308 rim per tahun atau 108 rim per bulan. Jumlah ini sangat tidak masuk akal untuk kebutuhan operasional kantor.


“Kalau kebutuhan kertas mencapai ratusan rim per bulan, maka bisa dibilang kantor itu berubah jadi percetakan, bukan lagi instansi pemerintah,” sindir salah seorang aktivis antikorupsi Riau. Ia menegaskan pola anggaran seperti ini mengindikasikan adanya mark up harga, pemborosan, bahkan potensi belanja fiktif.


Modus Spliting Anggaran


Dari hasil penelusuran, belanja kertas ini dilakukan dengan metode pengadaan langsung yang dipecah ke dalam banyak paket. Praktik ini berpotensi melanggar aturan karena diduga kuat merupakan spliting anggaran untuk menghindari mekanisme tender terbuka.


Padahal, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan tegas melarang pemecahan paket dengan tujuan menghindari persaingan sehat. Skema seperti ini membuka ruang bagi praktik kongkalikong dengan rekanan, gratifikasi, dan penggelembungan harga.


Potensi Pelanggaran Hukum


Kasus ini berpotensi menabrak berbagai regulasi, di antaranya:


1. UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor, Pasal 2 dan 3, mengenai penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.



2. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 3 ayat (1), yang mewajibkan setiap pejabat negara mengelola anggaran secara efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab.



3. Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, larangan spliting dan kewajiban persaingan terbuka.



4. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN, yang menekankan asas akuntabilitas dan transparansi.




Desakan Publik


Publik mendesak aparat penegak hukum, mulai dari Inspektorat Daerah, Kejaksaan Negeri Rohil, Kejati Riau, hingga KPK, untuk segera memeriksa penggunaan anggaran BPKAD Rohil tahun 2024.


“Kasus ini bukan sekadar salah kelola. Ada indikasi kesengajaan dan pola sistematis untuk menggerogoti uang negara. Jika benar terbukti, pejabat terkait harus dijerat hukuman sesuai UU Tipikor, dengan ancaman penjara minimal 4 tahun hingga seumur hidup, serta denda Rp200 juta–Rp1 miliar,” tegas pengamat hukum di Pekanbaru.


Dengan nilai ratusan juta hanya untuk kertas HVS, masyarakat menilai BPKAD Rohil telah mempermainkan uang rakyat. Skandal ini menambah daftar panjang dugaan korupsi anggaran di Riau yang menunggu pembuktian di meja penegak hukum.


Laporan: Legiman

Sumber: Masyarakat

Lebih baru Lebih lama