Diduga Rusak Lahan Warga, Kepala Desa Biroro Disorot, Hatta: Tanamanku Digasak Ekskavator!

Sambar.id, Sinjai – Aroma konflik kembali tercium di tanah Butta Panrita Kitta. Seorang warga asal Kolaka Timur, Muh. Hatta, meluapkan kekecewaannya atas tindakan Muslimin, Kepala Desa Biroro, Kecamatan Sinjai Timur, yang diduga merusak lahan kebunnya dalam proyek perintisan jalan tani.

Terkait hal itu, Hatta mendatangi redaksi Karebanasulsel.id di Sinjai Tengah untuk mengadukan nasibnya yang merasa “digilas” oleh kuasa jabatan.

“Pak Kades Muslimin itu merusak kebun saya tanpa izin. Saya sudah tolak waktu diminta, tapi tetap dikerjakan. Tanaman jati, mahoni, kakao – habis semua kena alat berat,” ujarnya dengan nada getir.

Lahan yang terdampak disebut mencapai lebih dari 100 meter, dengan kerugian ditaksir puluhan juta rupiah.

“Saya punya bukti kepemilikan sah. Sudah saya coba selesaikan baik-baik, tapi tidak ada itikad mengganti rugi. Saya akan laporkan ke Polres Sinjai,” tegasnya.

Bagi Hatta, tindakan kepala desa bukan sekadar soal lahan, tetapi soal keadilan dan martabat rakyat kecil.

“Kades itu seharusnya melindungi warga, bukan menginjaknya. Kami ini rakyat kecil, tapi punya hak yang dijamin hukum,” tambahnya.

Kades Biroro: “Itu Salah Paham, Saya Tak Ikut Langsung”

Dikonfirmasi tim, Muslimin, Kepala Desa Biroro, membantah tudingan tersebut.

“Tidak benar itu. Lokasi yang disebut bukan lahan Hatta. Itu perbatasan antara Puang Miru dan Puang Jama. Bahkan Puang Miru sudah menghibahkan sebagian tanahnya,” ujarnya lewat sambungan telepon, Kamis malam (16/10/2025).

Ia menegaskan bahwa dirinya tidak ikut turun langsung dalam pengerjaan proyek.

“Saya hanya penengah agar tidak terjadi ribut di antara warga. Jalan tani itu hasil musyawarah desa, bukan proyek pribadi,” jelasnya.

Muslimin juga mengaku sempat berniat mengganti tanaman yang terkena imbas sebesar satu hingga tiga juta rupiah, namun nilai itu ditolak oleh pihak Hatta yang meminta ganti rugi Rp30 juta.

“Itu terlalu besar. Kebun itu dulu dibeli sekitar Rp 25 juta,” imbuhnya.

Potensi Pelanggaran Hukum

Meski begitu, kasus ini tetap berpotensi menjerat sanksi hukum jika terbukti pekerjaan dilakukan tanpa izin tertulis dari pemilik lahan.

Beberapa dasar hukum yang relevan:

1. Pasal 406 Ayat (1) KUHP “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merusakkan barang milik orang lain...” Pidana penjara hingga 2 tahun 8 bulan bila terbukti melakukan pengrusakan lahan atau tanaman.


2. Pasal 33 & 29 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa: Kepala desa wajib menjunjung asas musyawarah dan persetujuan masyarakat terdampak. 


Pelanggaran prinsip ini dapat berujung pada sanksi administratif dan pemberhentian.


3. Pasal 1365 KUHPerdata “Setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian, wajib mengganti kerugian.”


Dasar bagi korban untuk menuntut ganti rugi perdata.


4. Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 Penyalahgunaan kewenangan jabatan demi kepentingan pribadi bisa dikategorikan tindak pidana korupsi.


Larangan...


Menggunakan lahan masyarakat tanpa persetujuan tertulis pemilik. Menyalahgunakan jabatan atau kekuasaan desa demi proyek tertentu.


Mengabaikan musyawarah dan asas partisipatif dalam pembangunan desa. Kasus Biroro adalah potret kecil dari gesekan kuasa di tingkat desa, di mana pembangunan sering berjalan tanpa pijakan etik dan hukum yang kuat.


Pemerintah daerah dan penegak hukum perlu turun tangan, agar perintisan jalan tani tak berubah jadi perintisan pelanggaran hukum.


Karena desa bukan milik kepala desa, tapi milik rakyat. Dan pembangunan tanpa izin adalah pelanggaran, bukan pengabdian. (*)


BERSAMBUNG...

Lebih baru Lebih lama