Sambar.id, Jakarta — Kejaksaan Agung mengirim sinyal tegas: institusi Adhyaksa siap menyongsong era baru hukum pidana nasional. Melalui Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Menyongsong Pelaksanaan KUHP dan KUHAP Tahun 2026”, Kejaksaan merumuskan langkah strategis menghadapi pemberlakuan KUHP Nasional dan KUHAP baru pada 2026.
Acara yang digelar Senin, 8 Desember 2025 di Gedung Utama Kejaksaan Agung tersebut menghadirkan Plt. Wakil Jaksa Agung sekaligus Jampidum, Prof. Dr. Asep N. Mulyana, sebagai keynote speaker, mewakili Jaksa Agung. Hadir pula dua pakar hukum pidana nasional:
— Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, Ketua Komisi Kejaksaan RI
— Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji, Tenaga Ahli Jaksa Agung
Era Baru Hukum Pidana Berbasis Pancasila
Prof. Asep menegaskan, KUHP dan KUHAP yang selama ini digunakan telah menjadi bagian sejarah penegakan hukum Indonesia. Kini, Indonesia memasuki fase baru melalui kodifikasi hukum yang dibangun di atas nilai Pancasila, pengalaman praktik nasional, dan dinamika masyarakat modern.
“Inilah momentum penting penegakan hukum pidana nasional kita. Pembaruan ini bukan sekadar mengganti pasal, tetapi membangun sistem hukum yang lebih berkeadilan dan kontekstual dengan kehidupan bangsa,” tegasnya.
Menurutnya, Kejaksaan menunjukkan keseriusan penuh dalam memastikan transisi berjalan efektif dan tidak menimbulkan kekosongan hukum.
Tantangan Strategis pada KUHP Nasional
Plt. Wakil Jaksa Agung menggarisbawahi sejumlah isu krusial yang harus segera diantisipasi aparat penegak hukum, antara lain:
• Pengakuan living law dalam asas legalitas yang diperbarui
• Korporasi sebagai subjek pidana dengan dua model pertanggungjawaban
• Pengaturan baru mengenai persiapan tindak pidana
• Pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun
• Penambahan pidana pengawasan dan pidana kerja sosial yang menuntut peran aktor Jaksa di lapangan
“Perubahan ini menuntut kesiapan pemikiran, strategi, dan perangkat pendukung Kejaksaan,” ujarnya.
KUHAP Baru: Penguatan Hak dan Digitalisasi Buktian
Pada aspek formil, KUHAP terbaru diperkirakan akan mengubah pola kerja kejaksaan secara signifikan. Beberapa poin krusial yang menjadi perhatian:
• Penegasan due process of law, hak penasihat hukum, praperadilan yang semakin kuat
• Koordinasi terpadu penyidik–Jaksa dengan Jaksa sebagai controller of the case
• SPPT-TI: sistem peradilan terintegrasi berbasis teknologi
• Mekanisme penyelesaian perkara di luar pengadilan, termasuk DPA untuk korporasi
• Perluasan alat bukti sesuai Pasal 235 Ayat (1) yang memperkuat pembuktian digital
Transformasi ini menegaskan Kejaksaan akan semakin berada di garda terdepan kontrol penegakan hukum yang humanis, modern, dan transparan.
Harapan: Strategi Konkret untuk Implementasi Sukses
Melalui forum ini, Kejaksaan Agung berharap lahir gagasan dan rekomendasi substantif sebagai pedoman transisi menuju pemberlakuan dua undang-undang pidana baru tersebut.
“FGD ini kami gelar agar Kejaksaan tak hanya siap, tapi unggul dalam mengawal paradigma baru hukum pidana nasional,” tandas Prof. Asep.
Kejaksaan Agung memastikan seluruh jajaran akan bergerak serempak — membangun kompetensi, memperkuat koordinasi, dan mengoptimalkan teknologi — demi suksesnya implementasi KUHP dan KUHAP 2026.







.jpg)
