Setelah MUI dan APDESI, Kini BPD Sinjai Menolak Tambang Emas

Wakil ketua MUI Sinjai, Ketua Persatuan BPD Sinjai, Andi Maddolangeng (doc.foto)

Sinjai, Sambar.idPenolakan terhadap rencana tambang emas di Kabupaten Sinjai semakin menguat. Setelah MUI dan APDESI menyatakan sikap, kini Persatuan BPD se-Kabupaten Sinjai ikut berada di barisan terdepan menolak kehadiran tambang di 15 desa agraris yang selama ini menjadi sentral produksi pangan daerah.


Ketua BPD Desa Songing sekaligus Ketua Persatuan BPD Sinjai, Andi Maddolangeng, menegaskan bahwa rencana tambang emas bukan hanya bertentangan dengan kepentingan rakyat, tetapi juga menabrak kebijakan ketahanan pangan nasional.


Ada Emas Belum Tentu Bisa Beli Beras


Andi melihat bahwa tambang hanya memberikan ilusi manfaat jangka pendek, sementara pertanian adalah napas penghidupan masyarakat, bahkan penyangga ekonomi daerah.


“Ada emas belum tentu bisa beli beras. Tapi kalau ada beras, kita bisa beli emas. Jadi mana yang lebih penting bagi masa depan rakyat?” ujarnya.

Baca Juga: Butta Panrita Kitta Memanggil!, MUI Minta Pemerintah Bijak Soal Tambang?

Ia mempertanyakan siapa yang akan menanggung akibat bila tambang meninggalkan kerusakan.


 “Warga di 15 desa ini mau dibawa ke mana? Ketika lahan rusak, air tercemar, irigasi hancur, siapa bertanggung jawab? Yang setuju tambang apakah siap menanggung akibatnya?”


Menurutnya, banyak pihak yang mendukung tambang justru tidak tinggal di wilayah terdampak.


“Yang setuju tambang itu banyak yang rumahnya bukan di sini. Mereka tinggal di kota, bahkan di Makassar. Sementara yang menanggung risiko adalah warga 15 desa ini. Itu tidak adil,” tegasnya.


Kontradiksi Arah Kebijakan Negara

Peta lokasi (doc.foto)

Polemik tambang emas di Sinjai bertolak belakang dengan arah dan visi ketahanan pangan nasional. Empat indikator utama memperjelas kontradiksi tersebut:

  1. Pusat Mengamanatkan Perlindungan Lahan Pangan -- Sawah dan kebun produktif wajib dijaga. Tambang di wilayah pangan melanggar semangat kebijakan ini.
  2. Pertanian Adalah Sektor Strategis Jangka Panjang --- Pertanian menopang kehidupan lintas generasi. Tambang bersifat jangka pendek dan berisiko meninggalkan kehancuran permanen.
  3. Swasembada Pangan Jadi Target Nasional ---Sinjai sebagai daerah agraris menyuplai pangan penting bagi Sulsel. Kehilangan lahan berarti melemahkan strategi nasional.
  4. Risiko Kerusakan Irigasi, Air, dan Tanah --- Kerusakan lingkungan akibat tambang akan menghancurkan produksi pangan dan mengganggu keberlanjutan.

Pemerintah pusat memprioritaskan ketahanan pangan dibandingkan ekspansi tambang. Polemik Sinjai bertentangan dengan arah kebijakan negara yang menjunjung konservasi lahan pangan dan kesejahteraan masyarakat agraris.


Pembangunan Tidak Boleh Mengorbankan Rakyat


Penolakan kolektif masyarakat Sinjai memperkuat pesan Presiden Prabowo Subianto yang selalu menegaskan bahwa negara tidak boleh membiarkan pembangunan merugikan rakyat.


Dalam berbagai kesempatan, Presiden Prabowo menyampaikan:


 “Pembangunan tidak boleh mengorbankan rakyat. Pemerintah harus memastikan setiap kebijakan berpihak pada keselamatan warga dan keberlanjutan hidup mereka.”

Baca Juga: Butta Panrita Kitta Terancam?, APDESI Desak Bahlil Cabut Izin PT Trinusa!

Ia juga menyebut lahan pangan sebagai aset strategis negara: “Lahan pangan adalah aset negara. Kita wajib menjaganya. Jangan dirusak.”


Amanat Presiden ini semakin mempertegas bahwa aspirasi masyarakat Sinjai selaras dengan kebijakan nasional.


Penolakan Makin Meluas

Dzoel sb (doc.foto)

Dengan bersatunya MUI, APDESI, dan BPD, sikap menolak tambang bukan lagi suara sporadis, tetapi menjadi suara kolektif rakyat desa dalam mempertahankan tanah, air, dan masa depan mereka. Sinjai diharapkan tetap menjadi lumbung pangan, bukan wilayah rusak akibat eksploitasi jangka pendek.


Bereskan Dulu Tambang Bermasalah, Jangan Buka Luka Baru di Sinjai

Baca Juga: Ancaman Lingkungan dan Tanah Adat Butta Panrita Kitta?, Warga Terasa Tolak Tambang PT Trinusa Resources!

Sikap penolakan juga datang dari aktivis lingkungan dan Jurnalis Warga, Dzoel SB, yang menilai bahwa banyak persoalan pertambangan di Indonesia belum terselesaikan dan penuh konflik agraria serta kerusakan lingkungan.


“Pertambangan di luar sana banyak dirundung masalah. Ada polemik lahan, masalah lingkungan. Banyak yang tidak beres, dan di tengah itu praktik korupsi ikut menjamur,” ujarnya.


Ia mencontohkan beberapa persoalan nasional seperti kasus PT Timah dan konflik masyarakat adat di Halmahera.


“Bereskan dulu tambang yang sudah bermasalah. Jangan buka luka baru di Kabupaten Sinjai,” tegasnya.

Baca Juga: Sinjai Bersatu? Krisis Multisektoral "Butta Panrita Kitta" di Kampung Halaman Kadiv Propam dan Auditor Itwasum Polri

Dzoel meminta pemerintah pusat — termasuk DPR RI dan perwakilan Dapil Sulsel II — memahami kondisi ekologis Sinjai dan mendengar jeritan rakyat.


Presiden Sudah Berpesan, Kini Kami Menunggu Tindak Lanjut

Susunan Direksi PT. Trinusa Resources (doc.foto)

Dzoel SB menegaskan bahwa amanat Presiden Prabowo agar masyarakat berani melaporkan praktik penyimpangan sudah dijalankan sepenuhnya.


“Pesan Bapak Presiden sudah kami jalankan. Kami sudah melaporkan. Kini kami menunggu tindakan dari Bapak Presiden,” ujarnya.

Baca Juga: Pertanian Adalah Harapan, Cinta, Dusta dan Buah Simalaka

Terkait isu yang beredar mengenai dugaan keterlibatan seorang jenderal dalam persoalan di Sinjai, Dzoel memberikan klarifikasi yang tegas dan aman.


“saat ini warga mendengar adanya sosok ‘jenderal’ disebut-sebut. Namun kami tidak mengetahui apakah yang bersangkutan masih aktif atau sudah pensiun, dan ada juga gerindra itu saya mengetai sepenuhnya kewenangan aparat penegak hukum untuk memastikan,” katanya.


Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berspekulasi.


“Kami tidak menebak-nebak. Tugas kami melapor, tugas negara menindaklanjuti,” tegasnya. (*)

Jangan lupa Nonton peringatan Presiden RI

Lebih baru Lebih lama